Konten dari Pengguna

Bangkit dan Runtuhnya Peradaban Bangsa Assyria

Potongan Nostalgia
#PotonganNostalgia || Mari bernostalgia! Menjelajah apa yang sudah mulai terlupakan, atau bahkan belum sempat diingat
6 Maret 2018 9:56 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Relief Assyria (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Relief Assyria (Foto: Wikimedia Commons)
ADVERTISEMENT
Kelompok bangsa lain yang pernah membangun peradaban di wilayah Mesopotamia, selain bangsa Sumeria dan Akkadia adalah bangsa Assyria yang mulai berkuasa kurang lebih pada 680 SM. Jika dilihat dari asalnya, bangsa Assyria termasuk ke dalam rumpun bangsa Semit, sama seperti bangsa Akkadia. Di wilayah Mesopotamia, bangsa Assyria membangun dua kota utama mereka, yaitu Kota Asshur dan Kota Niniveh. Di antara kedua kota itu, kota Niniveh dipilih sebagai ibukota negara oleh bangsa Assyria karena letaknya yang dekat dengan sumber air, yakni Sungai Tigris.
ADVERTISEMENT
Corak pemerintahan yang dianut oleh bangsa Assyria lebih condong kepada corak kemiliteran. Selama pembangunan peradabannya, bangsa Assyria dikenal gemar melakukan invasi ke daerah-daerah di sekitar mereka untuk memperluas wilayah kekuasaan Assyria. Atas usahanya itu, wilayah kekuasaan imperium Assyria membentang dari Teluk Persia hingga kawasan Laut Tengah di Eropa. Kekuatan militer bangsa Assyria sangat ditakuti dan disegani oleh bangsa lain, terutama pasukan infanteri dan kavaleri Assyria yang dikenal sangat ahli berperang. Assyria juga dikenal memiliki kereta perang yang sangat kuat di medan pertempuran. Maka tidak heran jika Assyria dijuluki sebagai bangsa Romawi dari Asia.
Bangsa Assyria memiliki cara tersendiri untuk mempermudah pengelolaan pemerintahan dengan wilayah yang sangat luas, yaitu dengan membentuk kelompok provinsi yang dipimpin oleh seorang gubernur. Pemilihan pimpinan wilayah tersebut diangkat langsung oleh raja yang berkedudukan di pusat pemerintahan. Setiap provinsi tersebut dihubungkan oleh jalan raya yang dibangun dengan sangat baik untuk mempermudah akses memasuki provinsi tersebut.
ADVERTISEMENT
Bangsa Assyria, walaupun terenal kejam di medan pertempuran, namun memiliki kepedulian yang tinggi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Diketahui salah seorang raja yang pernah berkuasa di Assyria, bernama Raja Assurbanipal, pernah menyumbangkan lebih dari 22 ribu lempengan tanah liat yang memuat berbagai ilmu pengetahuan di sepanjang pemerintahannya. Koleksi lempengan ilmu pengetahuan tersebut tersimpan di dalam perpustakaan kota Niniveh. Umumnya lempengan tersebut berisikan informasi mengenai sastra, agama, obat-obatan, ilmu alam, matematika, sejarah, dan bahasa.
Lambat laun posisi Assyria dalam menjalankan pemerintahannya semakin lemah. Ternyata keadaan tersbut diketahui oleh bangsa Chaldea, yang menguasai wilayah Mesopotamia bagian selatan. Bangsa Chaldea menempati wilayah yang sebelumnya menjadi wilayah kekuasaan bangsa Babilonia. Bangsa Chaldea kemudian melakukan invasi ke wilayah Assyria untuk merebut wilayah tersebut. Bangsa Assyria sempat bertahan untuk beberapa saat, hingga akhirnya berhasil ditaklukan pada 612 SM. Dalam perang tersebut, ibukota Niniveh jatuh ke tangan bangsa Chaldea, dengan demikian maka berahirlah peradaban Assyria di wilayah Mesopotamia. Walaupun beberapa wilayah kekuasaan bangsa Assyria di luar Mesopotamia masih sempat berjalan, tetapi pada akhirnya ikut runtuh seiring hancurnya pusat pemerintahan mereka.
ADVERTISEMENT
Sumber : Alvarendra, H. Kenzou. 2017. Buku Babon Sejarah Dunia. Yogyakarta : Brilliant Book.
Foto : ok.ru
Bangkit dan Runtuhnya Peradaban Bangsa Assyria (1)
zoom-in-whitePerbesar