Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Chiang Kai-shek dan Kekuatan Nasionalisme Tertinggi
24 Juni 2018 20:09 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Chiang Kai-shek dilahirkan di Fenghua, Zhejiang, Tiongkok, pada 31 Oktober 1887. Ia mendapatkan pendidikan di Akademi Militer Nasional di Baoding pada sekitar tahun 1900-an. Ia lalu mengunjungi wilayah Jepang pada 1907, dan berjumpa dengan Sun Yat-sen di College Staf Militer.
ADVERTISEMENT
Pertemuan tersebut membuat Chiang Kai-shek selalu bersama-sama dengan Sun Yat-sen, dan memutuskan untuk masuk ke organisasi rahasia Tongmeng hui, bentukan Sun Yat-sen. Chiang Kai-shek juga ikut dalam Partai Nasionalis China, Kuomintang.
Ketika pemberontakan pecah di Tiongkok, Chiang Kai-shek memutuskan untuk kembali ke Shanghai, mencoba mengambil bagian dalam penggulingan kerajaan, dan membentuk Rapublik China tahun 1912.
Chiang Kai-shek juga terlibat dalam peristiwa Revolusi Kedua tahun 1913. Pada 1923, Sun Yat-sen mengutus Chiang Kai-shek ke Uni Soviet untuk keperluan diplomatik, sekaligus mempelajari kekuatan militer Uni Soviet. Pada 1924, Chiang Kai-sek ditugaskan di Akademi Militer Whampoa, pusat pelatihan tentara Kuomintang.
Setelah kematian Sun Yat-sen pada 1925, terjadi perselisihan di dalam Partai Kuomintang untuk mentukan siapa yang akan menggantikan Sun. Dibandingkan tokoh lainnya, Chiang Kai-shek memiliki kekuatan yang lebih besar, karena ia masih menjabat sebagai panglima Tentara Revolusioner Nasional, sehingga kekuatan militer berada di bawahnya.
ADVERTISEMENT
Pada 1927, Chiang Kai-shek menikah dengan seorang putri keluarga Soong, keluarga terhormat yang berpendidikan barat. Setelah itu, Chiang Kai-shek memerintahkan dilakukannya pembubaran komunis di wilayah Tiongkok.
Ia mencoba untuk membangun sebuah ideologi Konfusian otoriter menggantikan ideologi komunis yang selama ini menguasai Tiongkok. Sebagian ahli berpendapat bahwa tindakannya tersebut mendapat pengaruh dari istrinya yang memiliki pemikiran barat, namun sebagian lagi berpendapat bahwa Chiang Kai-shek ingin membangun kembali ideologi nenek moyangnya.
Setelah menyatukan wilayah Tiongkok di bawah kepemimpinannya, Chiang Kai-shek melakukan serangkaian pembersihan terhadap kelompok-kelompok komunis pimpinan Mao Zedong dan Zhou Enlai.
Pada saat yang bersamaan, Chiang Kai-shek melakukan perlawanan terhadap Jepang yang telah menyerang Donghei. Perang melawan Jepang meletus selama masa Perang Dunia II tahun 1937-1945.
ADVERTISEMENT
Chiang Kai-shek memimpin negaranya untuk melakukan stabilisasi selama masa perang, sambil terus berusaha menekan penyebaran ideologi komunis. Pada 1942, Chiang Kai-shek menjadi panglima tertinggi Sekutu di Tiongkok dan mewakili negaranya di Konferensi Kairo.
Setelah Jepang berhasil dipukul mundur pada 1945, Chiang Kai-shek segera melakukan pergerakan untuk menguasai wilayah Tiongkok dari pengaruh Komunis yang semakin kuat. Perang saudara pun kembali meletus, mengakibatkan kepanikan di seluruh penjuru Tiongkok.
Amerika Serikat berusaha menengahi kedua belah pihak, tetapi gagal. Pada 1947, tentara Komunis melakukan serangan di beberapa daerah, dan berhasil meraih kemenangan di Henan dan Hebei Utara.
Kekuatan Chiang Kai-shek benar-benar hancur setelah pertempuran Huaihai tahun 1948-1949, dan ketika Jenderal Fu Zuoyi, komandan wilayah Beijing-Tianjin, menyerah kepada Komunis pada awal 1949. Setelah kekuatan pasukan Nasionalis turun, dengan cepat Komunis mengontrol seluruh negeri. Chiang Kai-shek pun terpaksa mundur ke wilayah Taiwan.
ADVERTISEMENT
Di Taiwan, Chiang Kai-shek mampu melakukan stabilisasi atas situasi yang memanas di daratan utama Tiongok. Ia mendapatkan bantuan dari Amerika Serikat secara militer dan ekonomi.
Chiang Kai-shek segera menjalankan program pembangunan ekonomi di wilayah Taiwan. Ia juga melakukan perombakan kekuatan politiknya, dengan mereformasi Kuomintang, dan memasukan pribumi Taiwan ke dalam pemerintahan.
Di bawah pimpinannya, Taiwan berubah menjadi wilayah industri yang modern, sebuah kekuatan baru dalam perdagangan antar bangsa. Pada 1970-an, pemerintahan Chiang Kai-shek mengalami kemunduran setelah Jepang dan Amerika Serikat meningkatkan hubungannya dengan Tiongkok. Setelah wafat, kekuasaan Taiwan digantikan oleh anaknya, Chiang Chang-kuo.
Sumber: Susanto, Ready. 2011. 100 Tokoh Abad ke-20 Paling Berpengaruh. Bandung: Nuansa
Foto: qz.com