Konten dari Pengguna

Eksploitasi Hutan Dalam Catatan Sejarah

Potongan Nostalgia
#PotonganNostalgia || Mari bernostalgia! Menjelajah apa yang sudah mulai terlupakan, atau bahkan belum sempat diingat
9 Mei 2017 20:28 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Eksploitasi Hutan dalam sejarahnya sudah terjadi sejak masa kerajaan tradisional
ADVERTISEMENT
Hutan yang merupakan paru-paru dunia menjadi salah satu unsur krusial demi kelangsungan hidup bumi, bayangkan apabila tidak ada hutan, bumi kita ini mungkin akan terasa sangat panas yang bisa membuat kita kekurangan oksigen untuk bernafas. Mengetahui peran hutan yang sangat penting dalam kelangsungan hidup, sudah selayaknya kita menjaga hutan.
Indonesia sebagai negara yang memiliki kawasan hutan yang luas, ± 63,66% dari luas daratan Indonesia adalah kawasan hutan (Ditjen Planologi Kehutan dan Tata Lingkungan, 2016: 24). Hutan didefinisikan sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (Pasal 1 Ayat 2, Undang-Undang N0.41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan). Tidak semua kumpulan pohon dapat disebut hutan, Undang-Undang tentang ketentuan-ketentuan pokok kehutanan menyebutkan bahwa luas minimum suatu areal agar disebut sebagai hutan adalah seperempat hektar (0.25 ha) (Pasal 1 Ayat 1, Undang-Undang No.5 tahun 1967).
ADVERTISEMENT
Kerusakan hutan yang disebabkan oleh exploitasi terhadap hutan di Indonesia bukanlah sebuah fakta baru. Eksploitasi terhadap hutan di Indonesia telah terjadi jauh sebelum negara ini berdaulat. Sejak Indonesia masih berbentuk kerajaan, eksploitasi terhadap hutan sudah terjadi, hal ini berdasarkan analisis terhadap pembangunan candi-candi yang memiliki areal yang cukup luas seperti Candi Borobudur dan Candi Prambanan. Untuk membangun sebuah candi yang memiliki areal luas diperlukan juga lahan yang luas, hal ini memungkinkan adanya penebangan hutan dalam skala yang cukup besar. Selain daripada itu, bahan bangunan untuk pembuatan istana, pembuatan kapal-kapal kerjaan memerlukan kayu-kayu sehingga perlu dilakukan penebangan terhdap pohon-pohon yang ada (Intip Hutan, Mei-Juli 2003).
Memasuki masa penjajahan di Indonesia (masa kolonial) eksploitasi terhadap hutan menjadi semakin besar skalanya. Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) yang berada di Indonesia dari sekitar akhir abad XVI sampai awal abad XIX telah melakukan praktik-praktik penjarahan terhadap hutan di Indonesia. VOC melakukan penebangan hutan, mengambil kayu-kayu untuk bangunan, pembuatan kapal maupun untuk kayu bakar berbagai industri. Eksploitasi terhadap hutan yang dilakukan oleh VOC berdasarkan izin yang diperoleh oleh penguasa pribumi (Intip Hutan, Mei-Juli 2003).
ADVERTISEMENT
Runtuhnya VOC pada akhr abad XVIII yang salah satunya diakibatkan oleh korupsi para pegawainya mengakibatkan Indonesia berada dalam kekuasaan pemerintah Belanda. Berakhirnya VOC di Indonesia tidak menjadi akhir dari eksploitasi terhadap hutan di Indonesia. Penebangan yang dilakukan (terutama terhadap pohon jati) secara besar-besaran menimbulkan kekhawatiran dari pemerhati lingkungan yang ada di Hindia Belanda. Pemerintah baru bertindak menanggapi eksploitasi hutan yang telah terjadi ini pada masa pemerintahan Herman Willem Daendles (1808-18011) dengan didirikannya Departemen Kehutanan di Hindia Belanda yang pertama (1808-1826)
Berdirinya departemen kehutanan yang pertama pada masa H.W. Daendles, tidak menjadikan eksploitasi terhadap hutan berhenti. Eksploitasi terhadap hutan hutan yang terus berlanjut, mengakibatkan tidak seimbangnya ekosistem sehingga banyak flora dan fauna yang ikut punah akibat hilangnya ‘rumah’ mereka. Pada tahun 1912 berdiri suatu perkumpulan swasta yang dikenal dengan Nederlandsch Indische Vereeniging tot Natuurbescherming (Perkumpulan Pelestarian Alam Hindia Belanda). Berdirinya perkumpulan ini adalah suatu respon terhadap ketidakstabilan ekosistem yang terjadi di Hindia Belanda akibat eksploitasi hutan yang mengancam kepunahan flora dan fauna.
ADVERTISEMENT
Hutan yang memiliki nilai ekonomis cukup tinggi, sehingga eksploitasi terhadap hutan terus berlanjut dari masa ke masa. Pada masa pendudukan Jepang, hutan di Jawa mengalami kerusakan serius karena dieksploitasi secara besar-besaran untuk ongkos perang .
Tidak berbeda sedikit pun dari masa-masa sebelumnya (zaman kerajaan, penetrasi asing dan pendudukan Jepang), pada zaman kepemimpinan Sukarno, Suharto bahkan sampai hari ini, eksploitasi terhadap hutan terus terjadi walau kampanye tentang pentingnya hutan selalu dilakukan. Hal ini terbukti dengan laju kerusakan hutan yang terus meningkat setiap tahunnya bahkan sampai mencapai 2.3 juta ha/tahun .
Boomgaard, Peter. 1992. “Forest Management and Exploitation in Colonial Java, 1677-1897” dalam Forest and Conservation History. Vol. 36, No1. Tahun 1992. Hlm. 4-14.
ADVERTISEMENT
foto : Kompasina