Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.3
19 Ramadhan 1446 HRabu, 19 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Film-film ‘Siluman’ Masa Hindia Belanda
30 Maret 2017 10:25 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Film-film dengan cerita ‘Siluman’ tergolong berhasil membangkitkan antusias penonton saat itu.
ADVERTISEMENT
Sasaran penonton yang sulit di pahami, karena selera setiap kalangan berebeda (baca : Pribumi, Eropa, Cina), mengakibatkan kebingungan strategi dalam pemilihan jalan cerita yang dihadirkan agar mendapat antusias lebih dari penonton, membuat para pelaku usaha film memutar otak.
Cino Miotion Picture, perusahaan film besutan peranakan Tionghoa bernama The Teng Chun, hadir sebagai pembawa cerita-cerita yang banyak diadaptasi dari negara nenek moyangnya, Tiongkok. Meski awalnya Teng Chun memproduksi film dengan cerita dari sastera Tiogkok klasik, namun cerita-cerita tersebut masih saja gagal menarik perhatian penonton. Ia kemudian beralih kepada film yang beraliran action, seperti film silat, dan film-film yang bercerita mengenai siluman.
Film pertama yang bercerita mengenai siluman adalah Ouw Phe Tjoa (Ular Hitam dan Putih) (1934), yang diambil dari cerita Tiongkok terkenal. Melalui cerita Tiongkok jenis ini, ia bisa menggunakan ‘trick’ fotografi yang kemampuannya semakin mengagumkan, seperti benda bisa terbang, orang berubah jadi hewan dan sebaliknya, atau orang yang bisa menghilang dan sebagainya. Keberhasilan film ini tidak hanya bisa dilihat dari Hindia Belanda saja, tetapi juga berhasil tembus pasar film Singapura dengan “100% bitjara Melajoe”
ADVERTISEMENT
Kesuksesan atas film yang bercerita siluman tersebut, lantas membuat The Teng Chun mendapat keuntungan yang ia gunakan kembali untuk meningkatkan produksi perusahaannya, ia membeli alat-alat pembuatan film dari Amerika, nama perusahaannya juga turut diganti menjadi Java Industrial Flm Coy (JIF).
Setelah Ouw Phe Tjoa (Ular Hitam dan Putih) (1934) booming di pasaran, film-film dengan cerita siluman selanjutnya yaitu film serial See You, yang menceritakan tokoh-tokoh siluman sakti, atau jika generasi 200-an mungkin tidak akan asing dengan film ‘Kera Sakti’, cerita hampir sama dimana disana ada manusia yang berkepala hewan, seperti Ti Pat Kai (Siluman Babi), watak Pat Kai ini adalah pemuda yang haya tahu makan saja, tetapi malas bekerja. Serial cerita dari Tiongkok tersebut populer di kalangan peranakan saat itu.
ADVERTISEMENT
Serial yang digarapnya terbagi ke dalam beberapa film, yaitu Ang Hai Djie (1935), Ti Pat Kai Kawin (1935), Pan Sie Tong (1935), Lima Sioeman Tikoes (1936), Pembakaran Bio Hong Lian Sie (1936). Sayangnya film-film ‘Siluman’ itu harus berakhir ketika munculnya film Pareh besutan Albert Balink.
Referensi : Biran, Misbach Yusa. 2009. Sejarah Film 1900-1950: Bikin Film di Jawa. Jakarta : Komunitas Bambu