Konten dari Pengguna

Gambang Kromong : Orkes Perpaduan Pribumi dan Cina (Bagian I)

Potongan Nostalgia
#PotonganNostalgia || Mari bernostalgia! Menjelajah apa yang sudah mulai terlupakan, atau bahkan belum sempat diingat
11 Maret 2017 22:08 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Gambang Kromong merupakan salah satu alat musik tradisional perpaduan unsur pribumi dan Cina yang sanga kentara.
ADVERTISEMENT
Sebutan Gambang Kromong sendiri sebenarnya berasal dari dua buah alat perkusi yaitu gambang dan kromong. Bilahan gambang terdiri dari 18 buah biasanya dibuat dari kayu suangking, huru baru, atau kayu jenis lainnya yang empuk bunyinya bila dipukul. Sedang kromong yang berjumlah 10 buah (pencon) terbuat dari perunggu atau besi.
Kaitannya secara fisik, unsur Cina tampak pada alat musik geseknya, yaitu tehyan, kohangyang, dan sukong. Disisi lain unsur pribumi terdapat pada alat musik gambang, kromong, gendang, kecrek, dan gong.
Pada awalnya Orkes ini adalah perkembangan dari Orkes Yang Khim dengan peralatan musik yang terdiri atas yag khim, sukong, thehian, kongahian, hosiang, sambian, sulingpan, dan ningnong, yang dibawa ke Nusantara oleh para keturunan Cina. Karena tidak semua alat-alat musik tersebut bisa didapatkan di Nusantara, maka alat musik pengiring mulai diganti dengan gambang yang larasnya disesuaikan dengan notasi yang diciptakan orang-orang Hokian. Perkembangan Orkes Yang Khim kemudian disebut Orkes Gambang.
ADVERTISEMENT
Sebelum berkembang dan berakulturasi dengan budaya lokal, Orkes-orkes tersebut hanya sering dimainkan oleh para peranakan Cina saja. Lagu-lagu yang seing dibawakan pun merupakan lagu-lagu Cina, sehingga acapkali disebut sebagai Gambang Cina.
Baru pada 1880 atas usaha Tang Wangwe serta dukungan dari (Wijkmeester) Pasar Senen, Teng Tjoe, Orkes Gambang diengkapi peralatan musik setempat, seperti keromong kempul, gendang, dan gong. Lagu-lagunya pun berakulturasi dengan lagu daerah seperti lagu-lagu Sunda populer.
Sumber : Rosyadi, Toto Sucipto.2006. Profil Budaya Betawi. Bandung : Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional.