"Ganyang Malaysia”: Catatan Panjang Konfrontasi Indonesia-Malaysia

Potongan Nostalgia
#PotonganNostalgia || Mari bernostalgia! Menjelajah apa yang sudah mulai terlupakan, atau bahkan belum sempat diingat
Konten dari Pengguna
26 Agustus 2017 10:01 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Malaysia adalah bahaja, mebahajai, membahajakan Revolusi Indonesia. Karena itu maka kita
ADVERTISEMENT
serempak seia-sekata, Malaysia harus kita ganjang habis-habisan.
Begitulah isi pidato Soekarno pada 28 April 1964 ketika sedang diadakannya sidang Komando Operasi
Tertinggi (KOTI) di Istana Merdeka, dimana KOTI dibentuk pada 19 Juli 1963. KOTI mempunyai tugas pokok yaitu operasi pengamanan terhadap pelaksanaan program pemerintah pada umumnya, khususnya dibidang konfrontasi terhadap unsur-unsur kolonialisme ataupun imperialisme dalam segala menifestasinya serta pengamanan terhadap pelaksanaan program ekonomi.
Kemurkaan Soekarno terhadap Malaysia bukan tanpa alasan
Malaysia muncul setelah golongan komunis yang pada awal kemerdekaan Malaya, mengancam kedudukan raja-raja Melayu yang didukung Inggris berhasil dilumpuhkan. Sedangkan disisi lain golongan komunis di Brunai, Singapura, Serawak, dan Sabah yang saat itu masih diduduki Inggris, terus melakukan perlawanan terhadap pemerintah Inggris. Sementara itu, Inggris tidak sanggup untuk mempertahankan wilayah-wilayah tersebut dalam jangka waktu yang lama.
ADVERTISEMENT
Di saat yang bersamaan Inggris dan Malaya mempunyai perjanjian pertahanan bersama. Tujuan keselamatan, kemajuan ekonomi, dan kestabilan politik negeri-negeri inilah yang menjadi dasar rencana untuk mendirikan persekutuan yang lebih besar, yaitu Negara Federasi Malaysia yang melibatkan negara bagian : Brunei, Singapura, Serawak dan Sabah/Kalimantan Utara.
Mendengar keterlibatan Inggris tersebut, Soekarno yang anti kolonialisme dan Imperialisme mengendus adanya neo-kolonialisme baru dari akal bulus Inggris, maka ia pun segera mengeluarkan pernyataan tidak setuju.
Tentara Nasional Kalimantan Utara (TNKU) melakukan pemberontakan di Brunei pada 8 Desember 1962. Mereka memproklamasikan kemerdekaan Kalimantan Utara yang terdiri dari Brunei, Serawak, dan Sabah dan juga mencoba menagkap Sultan Brunei, namun hal ini berhasil digagalkan.
Bertepatan dengan Konferensi solidaritas bangsa-bangsa Asia-Afrika yang di selenggarakan di Moshi, Tanganyika pada 5 Februari 1963, Indonesia mengancam dengan pedas pembentukan Federasi Malaysia dan meminta konferensi mendukung gerakan Kalimantan Utara yang menentang penjajahan dan menuntut kemerdekaan. Pernyataan resmi tentang politik konfrontasi “Ganyang Malaysia” dinyatakan pada rapat umum 11 Februari 1963, yang disusul dengan pengumuman resmi pada 13 Februari.
ADVERTISEMENT
Perundingan lebih lanjut akan permasalahan ini terus berlangsung antara pemimpin tiga negara, Indonesia, Malaysia yang saat itu di pimpin oleh Abdul Rahman, dan ada juga presiden Filipina, perundingan ini berlangsung di Manila pada 7 Juni 1963, dimana kedua negara menyatakan tidak keberatan, asal negara-negara bagian tersebut terbentuk atas kemuan sendiri untuk merdeka, bukan bentukan Inggris.
Merasa masih belum menemukan titik temu, akhirnya diadakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Filipina pada 31 Juli-5 Agustus 1963. PBB memutuskan bahwa perlu adanya hak untuk negara-negara bagian untuk mengatakan kemuannya atau disebut Self Determination.
Belum genap PBB mengumumkan hasil Self Determination yang dijalankannya, Malaysia sudah mengumumkan bahwa pada 16 September 1963 akan mengumumkan pembentukan Negara Federasi Malaysia. Mengetahui hal tesebut Soekarno marah dan memutuskan segala bentuk hubungan diplomasi dengan Malaysia karena dianggap melanggar misi PBB.
ADVERTISEMENT
Demonstrasi besar-besaran menentang berdirinya Federasi Malaysia terjadi di Indonesia. Kedutaan besar Inggris dan sebanyak 21 rumah stafnya yang berada di Jakarta dibakar habis. Mobil-mobil dibakar, perkebunan-perkebunan Inggris di Jawa dan Sumatra disita dan kemudian pemerintah mengumumkan penyitaan atas semua milik Inggris di Indonesia.
Kedutaan besar Malaysia pun diserang 25 September 1963 Presiden Soekarno mengumumkan secara resmi bahwa akan mengganyang Malaysia.
Kemudian pada pidatonya pada Appel Besar Sukarelawan Pengganjangan Malaysia di depan Istana Merdeka pada 3 Mei 1964, dihadapan 21 juta sukarelawan, Presiden Soekarno berbicara mengenai pidato Dwikora (Dwi Komando Rakyat) yang berisi.
1. Perhebat ketahanan Revolusi Indonesia
2. Bantu perjuangan revolusioner rakyat-rakyat Malaya, Singapura,
Sabah, Serawak, dan Brunei untuk memerdekakan diri dan membubarkan negara Malaysia. Maksud utama Dwikora sebenarnya bukan bermusuhan dengan serumpun bangsa Melayu, melainkan untuk mengusir Inggris (Imperialisme/Kolonialisme) dari wilayah Asia oleh Melayu sendiri dan membangkitkan semangat nasionalisme, militansi dan patriotisme.
ADVERTISEMENT
Semakin memanasnya hubungan Indonesia-Malaysia PBB kembali meyerukan untuk melakukan KTT dalam usaha perundingan damai antar Indonesia dan Malaysia. Perundingan lanjutan dengan Malaysia yang rencananya akan dilakukan di Tokyo, Jepang. Pada pertemuan puncak yang berlangsung pada 20 Juni 1964, Presiden Filipina sempat mengusulkan perundingan diadakan di negara netral.
Namun, Usaha yang dilakukan Inggris untuk menjadikan Malaysia sebaga anggota tetap Dewan Keamanan PBB, membuat Presiden Soekarno geram. Sehingga pada 7 Januari 1965, Indonesia menyatakan keluar dari PBB.
Gejolak politik di dalam negeri menjelang tahun 1965, sangat kacau dan tidak stabil, menyusul adanya peristiwa G30S dan ‘kudeta merangkak Soekarno’ menjadi akhir cerita dari hubungan Indonesia-Malaysia yang kembali dipertahankan oleh Soeharto, yang tidak anti kolonialisme.
ADVERTISEMENT
Pada 28 Mei 1966, pihak Malaysia dan Indonesia mengumumkan penyelesaian konflik, setelah mengadakan konferensi di Bangkok.
foto : rudolfdethu.com/