Gunung di Bukittingi Saksi Siasat Jepang pada Masa Perang Pasifik

Potongan Nostalgia
#PotonganNostalgia || Mari bernostalgia! Menjelajah apa yang sudah mulai terlupakan, atau bahkan belum sempat diingat
Konten dari Pengguna
9 Maret 2021 21:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Wikimedia Commons
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Wikimedia Commons
ADVERTISEMENT
Pada tahun 1943 semasa terjadi perang Pasifik, tentara Jepang mulai terdesak karena serangan dari pihak Sekutu. Bangkitnya kembali Sekutu dari kekalahan sebelumnya, telah memaksa Komando Tentara Ekspedisi Jepang untuk berpindah ke “Kawasan Selatan” terhadap kemungkinan serangan balik tentara Sekutu. Pertimbangan ini telah menyebabkan militer Jepang memindahkan markas besarnya ke Bukittinggi pada tanggal 1 Mei 1943.
ADVERTISEMENT
Kota Bukittinggi yang berada dalam wilayah Provinsi Sumatera Barat pernah menjadi markas besar bagi tentara ke-25 kekaisaran Jepang karena dianggap memiliki letak geografis dan kepentingan militer yang strategis. Sumatera dinilai sangat penting secara ekonomi maupun geografis untuk meneruskan perang, karena letaknya yang sangat strategis menghadap ke lautan Hindia, terutama wilayah Pantai Barat yang berkemungkinan besar dapat menahan serangan Sekutu dari India maupun Srilanka.
Sumber: Wikimedia Commons
Namun sayang, Sumatera pada saat itu kekurangan pemimpin-pemimpin besar nasionalis, sebab para tokoh pemimpin yang berasal dari Sumatera seperti Hatta, Sjahrir, Agus Salim maupun Tan Malaka semuanya sedang bertugas di Jawa. Situasi tersebut menjadi kurang menguntungkan bagi pihak Jepang ditambah dengan keadaan ekonomi di Sumatera makin memburuk. Oleh karena itu, penguasa militer Jepang di Sumatera terpaksa mulai bergantung kepada para pemimpin setempat yang dapat dan mampu mengerahkan massa.
ADVERTISEMENT
Secara kesejarahan tentara Jepang di Kota Padang dan khususnya di Gunung Pangilun tidak dapat dipisahkan. Wilayah Gunung Pangilun dianggap sebagai kawasan yang ideal untuk markas pertahanan apabila terjadi serangan dari pantai barat Sumatera. Salah satu kebijakan pertahanan yang dilakukan Jepang adalah penyempurnaan pada sistem pertahanan.
Pemerintahan militer Jepang akhirnya membagi tingkat-tingkat pertahan ke dalam 3 tingkat pertahanan. Menurut rencana pertahanan Jepang, ada tiga lapis pertahanan yang dibuat pemerintahan Jepang, yaitu pertahanan pantai, pertahanan dataran rendah sampai dataran tinggi, dan pertahanan pegunungan/ pedalaman.
Sumber: Wikimedia Commons
Pemerintah Belanda tak mampu dalam menghadapi militer Jepang sehingga menyebabkan pemerintah Belanda menyerah kepada pasukan Jepang pada 8 Maret 1942. Berbagai catatan-catatan sejarah yang ada, maka kajian ini menitikberatkan pada data arkeologis untuk mengungkap dan merekonstruksi perang pasifik, terutama dalam konteks pembangunan dan pemanfaatan infrastruktur perang di Gunung Pangilun yang bukti-bukti arkeologisnya masih bisa dijumpai hingga sekarang.
ADVERTISEMENT
Konsep pertahanan Jepang di Gunung Pangilun memprioritaskan untuk pertahanan garis pantai. Hal ini dapat dilihat dari lubang tembak senjata atau bunker yang mengarah ke arah laut. Gunung Pangilun merupakan pertahanan terakhir yang berada di tepi pantai yang difungsikan untuk mengantisipasi infiltrasi (penyusupan) serta pendaratan pasukan Sekutu.
Pada beberapa lokasi strategis juga diperkuat dengan meriam-meriam pantai untuk penghadangan atau pendaratan amfibi dan amtrac. Secara umum bangunan-bangunan pertahanan yang tersebar bertipe pillbox. Selain itu di daerah Kepulauan Mentawai yang merupakan gugus depan pantai barat Sumatera, juga diperkuat oleh tentara Jepang dengan pillbox, bunker, dan fasilitas perang lainnya
Sumber: kebudayaan.kemdikbud.go.id