Konten dari Pengguna

Hariman Siregar : Tokoh Penggerak Mahasiswa Kala itu

Potongan Nostalgia
#PotonganNostalgia || Mari bernostalgia! Menjelajah apa yang sudah mulai terlupakan, atau bahkan belum sempat diingat
15 Januari 2017 22:50 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:19 WIB
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tragedi 15 Januari (Malari) 1974 berhasil memunculkan nama–nama tokoh penggerak mahasiswa kala itu. Adalah Hariman Siregar. Ia menentang keras dominasi asing yang masuk dalam sistem ekonomi Indonesia. Namun, seperti yang diketahui bahwa dengan terjadinya peristiwa Malari, ekses dan efek domino politik kekerasan yang menimbulkan banyak korban hingga kini masih misterius.
ADVERTISEMENT
Pada saat peristiwa tersebut, Hariman Siregar merupakan Ketua Dema (Dewan Mahasiswa) UI yang juga memimpin demonstrasi terhadap kedatangan Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka, sebagai bentuk protes atas kekuatiran dominasi modal asing di Indonesia, khususnya Jepang. Untuk menjadi Ketua Dema UI, seorang Hariman juga didukung oleh kekuatan-kekuatan politik di luar kampus. Interaksi politik dan relasi politik tentunya memiliki sedikit banyak pengaruh pada keputusan politik seseorang, termasuk dalam aksi politiknya. Pertanyaan yang menggelitik adalah apakah peristiwa Malari seorang Hariman Siregar benar-benar tokoh mahasiswa yang clean dan clear dalam aksi politiknya, atau sebenarnya merupakan bagian dari skema gerakan politik yang sistematis, atau tanpa sadar gerakan mahasiswa saat itu telah ditunggangi kepentingan-kepentingan elit politik. Faktanya, usai peristiwa Malari, selain Hariman Siregar dijebloskan ke penjara, Jenderal Soemitro sebagai Pangkopkamtib dicopot, lembaga Aspri Presiden (Ali Moertopo, Soedjono Humardani) dibubarkan dan Kepala BAKIN Soetopo Juwono didubeskan. Kemudian muncul analisis tentang friksi elite militer, khususnya rivalitas Jenderal Soemitro-Ali Moertopo. Dalam buku Ramadhan KH (1994) dan Heru Cahyono (1998) terlihat kecenderungan Soemitro untuk menyalahkan Ali Moertopo yang merupakan rivalnya dalam dunia politik tingkat tinggi.
ADVERTISEMENT
Sumber gambar : Merdeka.com