Hatta dan Demokrasi Kita

Potongan Nostalgia
#PotonganNostalgia || Mari bernostalgia! Menjelajah apa yang sudah mulai terlupakan, atau bahkan belum sempat diingat
Konten dari Pengguna
1 Juni 2017 11:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
“Dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat”, -Abraham Lincoln
Siapa yang tak mengetahui sosok proklamator Mohammad Hatta. Pria kelahiran Minang yang dikenal kutu buku ini merupakan seorang ekonom lulusan negeri penjajah tanah airnya, Belanda. Menyuarakan cita-cita kemerdekaan dari negeri induk tanah airnya hingga mengenal dan menjadi sahabat dari Soekarno, peranan Hatta sangat besar dalam membangun narasi sejarah bangsa Indonesia di alam kemerdekaan saat ini.
ADVERTISEMENT
Mengeluarkan Maklumat Wakil Presiden huruf “X” pada November 1945 sebagai suatu strategi politik agar Indonesia diakui kedaulatannya oleh Belanda dan menjadi pintu pembuka penerapan demokrasi liberal di Indonesia hingga bentuk pemerintahan berubah dari presidensil menjadi parlementer, strategi Hatta tersebut menjadi blunder baginya. Pertentangan demi pertentangan bermunculan seiring dengan berjalannya pemerintahan berbagai kabinet. Mulai dari Sjahrir, Amir Sjarifuddin, hingga Hatta sendiri. Selain itu, Hatta dikenal sebagai sosok negarawan yang baik. Pada tahun 1956, dia mundur dari jabatan Wakil Presiden setelah ia emban selama dua periode dari tahun 1945.
Hatta dalam buku yang merupakan kumpulan esainya Demokrasi Kita: Pikiran-pikiran Tentang Demokrasi dan Kedaulatan Rakyat menyatakan bahwa sendi terbaik untuk membangun bangsa Indonesia adalah kedaulatan yang benar-benar ada di tangan rakyat. Jika semua orang di Indonesia sudah paham akan hal ini, maka ia percaya gerakan-gerakan yang bersifat kedaerahan akan tiada. “Itulah tugas kita (baca : kaum intelektual)” (hal. 9) katanya. Bagaimana caranya agar gagasan kedaulatan rakyat ini bisa sampai ke seluruh pelosok negeri.
ADVERTISEMENT
Hatta pun percaya bahwa kebaikan bersama masyarakat akan terwujud bila cita-cita yang diyakini dibenturkan dengan realitas yang terjadi di masyarakat. Itulah yang menjadi pegangan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan bersama. Das sollen dan das sein tersebut harus selalu dibenturkan. Satu hal yang menarik dari Hatta, setelah masa jabatan Wakil Presiden-nya berakhir, ia semakin rajin mengkritik pemerintahan Soekarno yang dinilainya otoriter. Apalagi setelah dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.