Konten dari Pengguna

Hikayat Hewan Pelanduk Jenaka dalam Sastra Melayu Era Hindia Belanda

Potongan Nostalgia
#PotonganNostalgia || Mari bernostalgia! Menjelajah apa yang sudah mulai terlupakan, atau bahkan belum sempat diingat
11 Januari 2021 19:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi naskah kuno. Sumber: Wikimedia Commons
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi naskah kuno. Sumber: Wikimedia Commons
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam khazanah sastra Melayu, hikayat ini termasuk kisah yang agak tua usianya. Menurut peneliti sastra Werndly, sudah menyebutnya pada tahun 1736.
ADVERTISEMENT
Kata Jenaka atau Jinaka memiliki multi tafsir. Van der Tuuk menyatakan Jinaka berasal dari kata Sansekerta, jainaka, seorang pendeta agama Jaina yang selalu ditertawakan. Kern berpendapat jinaka berasal dari kata Jawa, yaitu jaka yang artiya seorang pemuda.
Di masa Hindia Belanda, Hikayat Pelanduk Jenaka pernah dua kali diterbitkan, masing-masing pada tahun 1885 dan 1893. H.C. Klinkert -lah seorang sarjana Belanda yang menerbitkannya. Kedua tahun terbitan ini agak berbeda, terbitan 1885 mengandung 10 cerita, sedangkan 1893 hanya mengandung tujuh buah cerita. Namun, plot ceritanya sama.
Sumber: Wikimedia Commons
Hikayat ini menceritakan bagaimana seekor Pelanduk yang kecil tetapi cerdik akalnya. Ia bisa menewaskan segala binatang dan menjadi Syah Alam (raja) di rimba.
Plot terbitan 1893 atau versi pendek lebih terpelihara daripada plot terbitan 1885 yang versi panjang. Menurut J. Brandes, versi pendek lebih asli, lebih tua, dan lebih penting. Hikayat Pelanduk juga pernah pernah diterbitkan dalam bentuk syair di Singapura pada tahun 1301 H atau 1883/84 M menyerupai versi panjang.
ADVERTISEMENT
Ada pula cerita pelanduk yang diterjemahkan dari bahasa Jawa yaitu berjudul Riwayat dengan Segala Perihal Kancil dan Cerita Kancil yang Cerdik oleh Ng. Wirapustaka, terbitan Balai Pustaka.
Sumber: Wikimedia Commons
Hikayat Sang Kancil sangat populer di Semenanjung Tanah Melayu yang isinya hampir sama dengan Hikayat Pelanduk. Hikayat ini dikarang oleh Daeng Abdulrahman dari negeri Perak untuk tuan Winstedt. Sebagian besar cerita-cerita ini juga terkenal di tanah Jawa dan daerah-daerah lainnya. Hanya saja tokoh kancil/pelanduk dalam hikayat ini seolah-olah binatang yang jahat dan licik.
Sumber: Liaw Yock Fang. 2016. Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik. Jakarta: Penerbit Obor