Konten dari Pengguna

Hikayat Raja-raja Pasai, Sastra Sejarah Klasik dari Aceh Tempo Dulu

Potongan Nostalgia
#PotonganNostalgia || Mari bernostalgia! Menjelajah apa yang sudah mulai terlupakan, atau bahkan belum sempat diingat
24 November 2020 20:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Koin Kesultanan Samudera Pasai. Sumber: Wikimedia Commons
zoom-in-whitePerbesar
Koin Kesultanan Samudera Pasai. Sumber: Wikimedia Commons
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Hikayat Raja-raja Pasai adalah salah satu sastra sejarah tertua. Hikayat tersebut menceritakan peristiwa-peristiwa yang terjadi antara tahun 1250 sampai 1350 Masehi. Terutama yang terjadi di wilayah Pasai dari zaman Malikul Saleh hingga dibawah pengaruh Majapahit pada tahun 1350 M.
ADVERTISEMENT
Menurut seorang ahli iaitu Winstedt, hikayat ini berhubungan dengan Sejarah Melayu, manuskrip Melayu terkenal yang berkisah tentang sejarah juga. Penulis hikayat raja Pasai ditulis tak melebihi dari tahun 1524 karena tahun itu Aceh telah berhasil mengusir Portugis dan menundukkan Pasai.
Penulis hikayat rupanya menulis untuk mengambil hati pihak istana Pasai setelah Pasai sudah menjadi bagian dari kerajaan Aceh. Oleh Winstedt, hikayat Pasai ditulis pada abad ke 14 Masehi.
Sumber: Wikimedia Commons
Bagi Hoesein Djajadiningrat, sastra hikayat Pasai ini merupakan sumber sejarah yang berharga. Tanpa adanya sumber tulisan ini kita tak mengenal urutan silsilah dan tokoh raja-raja Pasai, misalnya Malikul Saleh yang hanya meninggalkan bukti arkeologis berupa batu nisannya di Samudera. Tentu kita tak mengenal siapa dia apabila tanpa hikayat ini.
ADVERTISEMENT
Malikul Saleh adalah tokoh sejarah. Ia merupakan raja Pasai yang pertama memeluk agama Islam. Batu nisannya diimpor dari Cambay adalah suatu bukti yang nyata.
Dalam hikayat Pasai, raja-raja Pasai dikatakan berasal dari keturunan seorang anak yang dipelihara oleh gajah dengan Puteri Betung. Dalam hikayat Aceh, raja-raja Aceh adalah keturunan dari seorang yang kawin dengan Puteri Buluh, anak perempuan yang keluar dari buluh.
Sumber: ub.ac.id
Hikayat Pasai ditulis dalam bahasa Melayu Malaka berhuruf Jawi (Arab Melayu). Bahasa dalam hikayat ini mengandungi bahasa dalam yaitu suatu ragam bahasa Melayu klasik yang hanya digunakan dalam istana. Misalnya kutaha yang sudah banyak menghilang dari sastra Melayu sejak abad ke 15 Masehi. Terdapat pula kata klasik seperti nentiosa (senantiasa), penah (pernah), kendiri (sendiri), dan mangkin (makin).
ADVERTISEMENT
Ada perbedaan pendapat apakah Hikayat Pasai ini bersumber dari Sejarah Melayu atau sebaliknya. A. Teeuw mengatakan Hikayat Pasai lebih dulu tertulis dari Sejarah Melayu karena cerita dalam Sejarah Melayu lebih masuk akal dan tidak dilebih-lebihkan. Ia juga mengatakan ada empat kali Hikayat Pasai memberikan cerita yang salah sedangkan cerita dalam Sejarah Melayu lebih mendekati kebenaran sejarah.
Meski Hikayat ini masih menjadi bahan diskusi mengenai kebenaran cerita sejarahnya oleh para ahli, namun hikayat ini telah berhasil mengungkapkan siapa saja tokoh-tokoh raja-raja Pasai. Kita mesti menghargai kekayaan sastra sejarah kemelayuan di Nusantara ini.
Sumber: Liaw Yock Fang (ed. Riris K. Toha-Sarumpaet). 2016. Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.