Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten dari Pengguna
Hubungan Kerajaan Dharmasraya dengan Jawa
15 Mei 2018 7:48 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Hubungan antara Dharmasraya dengan Jawa dipaparkan di dalam Prasasti Padang Roco yang ditemukan pada 1911 di hulu sungai Batanghari, kompleks percandian Padangroco, Nagari Siguntur, Kecamatan Sitiung, Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat.
ADVERTISEMENT
Prasasti ini berbentuk lapik arca Amoghapasa yang pada keempat sisinya terdapat manuskrip yang berpahatkan 4 bari tulisan dengan aksara Jawa Kuno, dan memakai dua bahasa yang berbeda, yaitu Melayu Kuno dan Sansekerta.
Prasasti Padang Roco berangka tahun 1286 Masehi, dituliskan pada arca Amoghapasa yang merupakan hadiah pemeberian dari Sri Maharajadhiraja Ketanagara Wikrama Dharmmottunggadewa, raja kerajaan Singasari di Jawa. Hadiah itu ditujukan untuk rakyat dan raja kerajaan Melayu Dharmasraya di Sumatera.
Prasasti itu menceritakan tentang pemberian hadiah kepada Kerajaan Dharmasraya dengan harapan rakyat Swarnabhumi, yang diperkirakan merupakan sebutan untuk Sumatera, bergembira dan selalu dalam keadaan baik. Terutama untuk raja Sri Maharaja Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmmadewa.
Pengeriman arca tersebut diketahui berkaitan dengan Ekspedisi Pamalayu yang dlakukan oleh Kertanegara. Ia berusaha untuk menyatukan kerajaan-kerajaan Nusantara agar dapat sama-sama mempertahankan wilayahnya dari ekspansi bangsa Mongol dari Dinasti Yuan di Tiongkok.
ADVERTISEMENT
Sebagai balasan dari arca itu, Maharaja Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmmadewa mengirimkan dua orang putrinya ke Jawa. Namun ketika itu kerajaan Singasari sudah tidak ada, kekuasaan atas pulau Jawa sudah beralih ke Raden Wijaya dari Majapahit. Sehingga dua orang putrinya itu diterima bukan oleh Singasari melainkan oleh Majapahit.
Kedua putrinya, yakni Dara Petak dan Dara Jingga, disebut dalam kitab Pararaton. Dijelaskan, Dara Petak pandai mengambil hati Raden Wijaya sehingga ia dijadikan sebagai “Stri tinuheng pura” atau istri yang dituakan di istana.
Padahal menutut Nagarakretagama, Raden Wijaya sudah memiliki empat orang istri, yang merupakan putri dari Kertanegara. Menurut beberapa ahli, pengangkatan Dara Petak sebagai istri tertua adalah karena hanya dirinya yang melahirkan anak laki-laki, yaitu Jayanagara.
ADVERTISEMENT
Sedangkan menurut Nagarakretagama, ibu Jayanagara bernama Indreswari. Namun nama Indreswari sendiri dianggap sebagai gelar resmi Dara Petak.
Sumber : Gustama, Faisal Ardi. 2017. Buku Babon Kerajaan-Kerajaan Nusantara. Yogyakarta : Brilliant Book
Foto : freeenglishsite.com