Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Isabel Bishop dan Objektivitas dalam Lukisan
20 Januari 2019 21:10 WIB
Diperbarui 15 Maret 2019 3:48 WIB
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Isabel Bishop, seniman perempuan asal Amerika yang dikenal atas karya-karya realistisnya, menggunakan objek nyata sebagai bahan lukisannya. Ia banyak memotret suasana kota, beserta orang-orang di dalamnya dalam bentuk gambar yang menakjubkan.
ADVERTISEMENT
Selama 40 tahun berkarya, objek lukisan utama Bishop adalah jalanan Union Square di New York dan area sekitar subway yang ia lewati setiap hari dalam perjalanan menuju studio kerjanya.
Sebagai seorang pelukis yang dikenal perfeksionis, Bishop terkadang memerlukan waktu berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun untuk menyelesaikan satu lukisannya. Namun, hal itu membuat karya Bishop begitu istimewa dan sangat dinanti oleh para kolektor lukisan.
Dilahirkan pada 3 Maret 1902 di Cincinnati, Ohio, Bishop dibesarkan di daerah Detroit, Michigan, hingga beranjak dewasa. Ia berasal dari keluarga yang tidak mampu secara ekonomi.
Akan tetapi, kedua orang tuanya sangat mementingkan pendidikan, bahkan Bishop sampai dilarang untuk bergaul dengan anak-anak di sekitar rumahnya, karena daerah rumahnya yang berada di area kumuh Michigan dengan tingkat pendidikan masyarakat yang cukup rendah.
ADVERTISEMENT
Merasa kesepian, Bishop pun menghabiskan waktunya dengan banyak menggambar. Saat itu, bakat seninya mulai terlihat dan keluarganya sepakat membolehkan Bishop mengikuti kursus seni.
Ketika berusia 16 tahun, Bishop pergi ke New York guna melanjutkan studi seninya. Ia pun memutuskan untuk mengejar cita-citanya menjadi seorang desainer dan ilustrator.
Semasa terjadi Depresi Besar di Amerika, Union Square menjadi tempat diadakannya pidato berapi-api oleh beberapa kelompok masyarakat. Suasana yang penuh dengan ketegangan dan berbagai karakter manusia di dalamnya menjadi objek sempurna bagi Bishop untuk menelurkan karya terbaiknya.
Bishop hanya perlu melihat keluar dari jendela studionya untuk melihat objek gambar yang akan dibuatnya. Ia melukis apa yang dilihatnya secara objektif, tanpa menambahkan kepentingan apapun. Baginya, melukis adalah tentang kebenaran yang ada di depan matanya, bukan sebuah kepura-puraan.
ADVERTISEMENT
Pernikahan dengan Dr. Harold G. Wolff pada 1934 memberi Bishop jaminan keuangan untuk mengejar kariernya sebagai seniman. Berkat Wolff, ia dapat dengan tenang memikirkan hasil karyanya, tanpa perlu mempermasalahkan keuntungan secara ekonomi.
Pada 1946, saat berusia 44 tahun, Bishop terpilih sebagai Wakil Presiden National Institute of Arts and Letters. Ia menjadi perempuan pertama yang diangkat sebagi pejabat di sana, sejak lembaga itu berdiri tahun 1898.
Pada 1978, masa sewa Bishop atas studionya di Union Square berakhir. Tempat penuh kenangan dan peristiwa yang telah menemaninya selama 44 tahun itu hendak dialihfungsikan, sehingga Bishop terpaksa harus keluar. Ia berhasil mendapat studio baru, tapi baginya “seni seorang Isabel Bishop tidak akan lagi sama tanpa pemandangan yang sudah biasa dilihat."
ADVERTISEMENT
---
Sumber: Krystal, Barbara. 2010. 100 Seniman yang Membentuk Sejarah Dunia. Bandung: Sinergi
Foto: albrightknox.org