Konten dari Pengguna

Istilah Indo, Anak Gundik Yang Membuat Strata ‘Tengah’ Masa Kolonial

Potongan Nostalgia
#PotonganNostalgia || Mari bernostalgia! Menjelajah apa yang sudah mulai terlupakan, atau bahkan belum sempat diingat
23 Januari 2017 21:25 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kedatangan bangsa Eropa ke nusantara nyatanya tidak hanya menimbulkan adanya istilah 'nyai' dan 'gundik', anak hasil percampuran antara pribumi dengan Eropa juga memilki istilah tersendiri
ADVERTISEMENT
Pengaruh pembedaan strata sosial yang sangat kental berlaku pada masa kolonial menjadikan segala sesuatu yang berhubungan dengan Pribumi dan Eropa memiliki tingkatan tersendiri. Tidak setara dengan pribumi yang selalu dianggap rendah, tidak juga lebih tinggi dari bangsa Eropa. Mereka hadir dengan darah percampuran yang menghasilkan strata berada ditengah-tengah.
Mereka yang lahir dari hasil percampuran antara pribumi dengan Eropa (Belanda, Jerman, Perancis, belgia) disebut dengan istilah indo. Orang Indo, singkatan dari bahasa Belanda yang berarti Indo-European, atau Eropa-Hindia. Hal tersebut akhirnya menimbulkan segregasi. Kaum trekkers serta blijvers yang tidak memiliki darah campuran (disebut "Belanda totok") mereka menganggap dirinya lebih "tinggi" daripada mereka yang memiliki darah campuran. Kaum campuran atau Indo ini biasanya dipekerjakan di kantor-kantor dagang untuk membantu tugas-tugas pencatatan atau lapangan. Sedang pendidikan mereka kurang diperhatikan dan banyak bergaul dengan para budak. Oleh karenanya, mereka banyak menyerap budaya lokal dan kurang memiliki kemampuan berbahasa Belanda yang memadai. Dari mereka ini kemudian muncul dialek bahasa Belanda yang khas: Indisch Nederlands, dan sejenis bahasa kreol yang dikenal sebagai bahasa Pecok.
ADVERTISEMENT
Sumber Gambar : Kompasiana