Jalan Pantura, Saksi Bisu Kerja Paksa

Potongan Nostalgia
#PotonganNostalgia || Mari bernostalgia! Menjelajah apa yang sudah mulai terlupakan, atau bahkan belum sempat diingat
Konten dari Pengguna
7 April 2020 18:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Jl POS (Anyer-Panarukan) - Probolinggo. Dok: Youtube/Moch. Agus Maulana
Jalur pantura tak ubahnya seperti nadi bagi Pulau Jawa. Jalanan ini membentang di sisi utara sepanjang Pulau Jawa. Tak heran jalur ini disebut sebagai jalur pantura; jalur pantai utara. Jalur ini terus hidup sepanjang waktu. Geliat aktivitas warga tak hanya terlihat dari hilir mudik kendaraan yang melintas, tetapi juga warung, toko oleh-oleh, tempat makan, dan lainnya yang ada di sepanjang jalur ini. Menjelang lebaran, jalan pantura seperti ikut berlebaran, ramai sekali. Jalur ini menjadi pilihan utama pemudik meskipun kini banyak pula yang memilih lewat jalan tol. Telah dibangun ratusan tahun lalu, jalur ini tentu menyimpan banyak cerita.
Herman Willem Daendells. Dok: Wikimedia-rijksmuseum
Jalur pantura dibangun pada masa pemerintahan Hindia-Belanda dan dikenal dengan nama Groote Postweg. Groote Postweg atau jalan raya pos ini dulunya dikhususkan sebagai sarana pos informasi yang menghubungkan berbagai wilayah di pesisir Jawa. Jalan ini dibangun membentang dari Anyer sampai Panarukan sepanjang 1.000 kilometer. Jalur pantura juga dikenal sebagai jalan Daendels karena jalur ini dibangun pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Herman William Daendels. Pada tahun 1808 Daendels mengumpulkan seluruh bupati di Pulau Jawa dan menugaskan mereka untuk membangun jalan Daendels yang akan melewati wilayah mereka. Adapun tenaga kerja yang dilibatkan adalah penduduk setempat dengan sistem kerja wajib atau lebih dikenal dengan istilah kerja paksa.
ADVERTISEMENT
Jl POS (Anyer-Panarukan) - Batavia. Dok: Youtube/Moch. Agus Maulana
Pada mulanya jalur pantura dibangun dengan pembuatan jalan untuk membuka poros Batavia hingga Banten pada tahun 1808. Tujuan awal dari pembukaan poros itu adalah pembukaan dua pelabuhan yang menjadi pusat ekonomi perdagangan, yaitu di Merak dan Ujung Kulon. Selanjutnya pembangunan dilanjutkan pada tahun 1809 dengan dimulai dari Anyer hingga menyusuri pesisir Pulau Jawa. Dengan adanya pembangunan jalur pantura yang dikerjakan dengan sangat cepat, pemerintah Hindia-Belanda berharap bahwa komiditi unggulan seperti kopi dapat didistribusikan ke pelabuhan dalam waktu singkat. Selain itu, hasil pertanian lain juga dapat diangkut dalam jumlah besar. Selain untuk kepentingan ekonomi, pembangunan jalan pantura ini juga ditujukan pemerintah Hindia-Belanda untuk memudahkan pertahanan militer mereka dari serangan Inggris.
Penggalian untuk membuat Jalan Anyer-Panarukan. Dok: Youtube/Moch. Agus Maulana
Istilah kerja paksa yang biasa disebut dalam pembahasan sejarah pembangunan jalur pantura banyak diperbincangkan. Ada yang menyebut bahwa pembangunan ini tidak dapat disebut sebagai kerja paksa karena dilakukan atas dasar kerja upah. Direktur Jenderal Keuangan Hindia-Belanda pada saat itu menyiapkan upah untuk para pekerja berupa uang, beras, dan garam. Namun demikian, sistem pemberian upah melalui residen dan bupati kepada pekerja menjadi kabur karena tidak ada bukti sejarah apakah upah dari keuangan pusat tersebut betul-betul sampai kepada para pekerja. Di sisi lain, istilah kerja paksa pantas digunakan untuk menyebut sistem pembangunan jalan Daendels karena ribuan nyawa terenggut pada saat itu. Kekejaman pemerintah Hindia-Belanda menyebabkan banyak pekerja tak sanggup bertahan hingga akhirnya meninggal dunia. Bahkan Pramoedya Ananta Toer atau biasa kita kenal sebagai Pram menyebutkan bahwa pembangunan jalan Anyer-Panarukan merupakah sebuah bentuk genosida dalam sejarah perjalanan kemerdekaan Indonesia. Hanya dalam kurun waktu dua sampai tiga tahun pembangunan jalan ini memakan korban hingga 12.000 jiwa.
Jalan Pantura. Dok: Wikimedia/Coris
Hingga kini jalur pantura tetap menjadi saksi bisu sejarah kekuasaan Daendels. Jalur ini menjadi saksi kerja paksa yang menelan korban ribuan jiwa.
ADVERTISEMENT
Sumber: Breman, J. C. (2014). Keuntungan Kolonial dari Kerja Paksa: Sistem Priangan dari Tanam Paksa Kopi di Jawa1720-1870. Jakarta: Gramedia
Jl Pantura kini. Dok: Wikimedia