Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Jugun Ianfu (Bagian I)
20 Februari 2017 14:08 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di tahun-tahun antara 1937/1938 banyak dari pihak militer jepang yang tidak bisa perang karena terkena penyakit kelamin setelah di telusuri ternyata hal tersebut diakibatkan oleh pasukan miiter Jepang yang sering mengunjungi tempat pelacuran, oleh karenanya di buatlah kompleks sendiri yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan seks para personel militer Jepang, sehingga bisa lebih di kontrol masalah kesehatannya, dari sinilah kemudian muncul istilah Jugun Ianfu
ADVERTISEMENT
Jugun Ianfu adalah sebuah konsep yang belakangan ini berkembang, yang menunjuk kepada mereka yang dinyatakan sebagai korban nafsu tentara Jepang selama masa pendudukan di daerah-daerah jajahannya. Mereka dikerahkan secara terorgnisir dan terkendali di bawah kekuasaan militer jepang untuk keperluan pemenuhan kebutuhan biologis orang Jepang yang berada di Indonesia. Mereka yang pada masa pendudukan Jepang menjadi Jugun Ianfu kebanyakan adalah perempuan yang berpendidikan rendah, bahkan banyak juga yang sama sekali tidak bependidikan, sehingga mereka tidak mengenal baca-tulis. Faktor tersebut juga yang memudahkan para ‘perekrut’nya, karena mereka yang tidak bisa baca tulis, biasanya tidak sering melawan karena takut salah dan hanya bisa menurut. Selain itu kebanyakan juga para jugun ianfu ini merupakan perempuan dari desa yang miskin. Ada pula yang masih gadis, bersuami, berumur, bahkan masih belia sekalipun.
ADVERTISEMENT
Perekonomian yang sulit, dan juga langkanya lapangan kerja yang mendorong para perempuan mau bekerja sebagai apa saja. Meski begitu pada awalnya para ‘perekrut’ Jugun Ianfu ini menawakan pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga tanpa adanya syarat keterampilan apapun. Sehingga mereka dengan mudahnya menerima tawaran pekerjaan yang ditawari dengan bayangan akan terbebas dari kesulitan ekonomi yang membelit mereka.
Dilihat dari polanya, maka tampak bahwa dalam rekrutmen Jugun Ianfu ini, relasi-relasi sosial yang ada dimanfaatkan untuk mempermudah proses pengerahan. Adanya pihak-pihak ini membuat proses rekrutmen berjalan cukup lancar masing-masing unsur dari pihak pengumpul ini memiliki akses tersendiri pada kaum perempuan, baik di desa maupun di kota
(Perempuan-perempuan korban Jugun Ianfu )
ADVERTISEMENT
Sumber : Hartono, A. Budi, Dadang Juliantoro. 1997. Derita Paksa Perempuan. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.
foto : http://waktudahulu.blogspot.co.id/