Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Kata-kata Serapan Peninggalan Belanda dalam Bahasa Indonesia
18 Mei 2017 20:22 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Berpuluh-puluh tahun menjadi negara koloni Belanda, akulturasi, maupun asimilasi terjadi hampir dalam berbagai bidang, salah satunya yang teramat melekat adalah bahasa.
ADVERTISEMENT
Keberagaman bahasa yang tumbuh saat itu, seperti Bahasa Belanda, Melayu, dan Cina, menjadikan bahasa Indonesia yang kita kenal sekarang ini bisa dikatakan tidak terlepas pula dari sumbangan konstruksi bahasa lain yang diserap dan di ‘Indonesiakan’.
Kita mengenal Indische Partij (1911) kata bahasa Belanda partij kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi partai.
Pengaruh bahasa Belanda dalam bahasa Indonesia jelas jauh lebih banyak lagi, tidak hanya dalam bisang politik semata. Mulai dari hal-hal sehari-hari yang kita sering ucapkan, seperti kantor dari kantoor, buku dari boek, bangku dari bank.
Pengaruh bahasa Belanda juga terlihat dalam bidang akademis, misalnya dosen dari docent, dekan dari dekaan, tentamen dari tentament, atau rektor dari rector.
ADVERTISEMENT
Sedang di bidang medis, kita bicara tentang sakit lever, sakit maag, bludrek, kenker, infeksi, plek (vlek) dii paru-paru, praktek, apotik, dan masih banyak lagi, semua itu merupakan serapan dari bahasa Belanda.
Istilah-istilah lalu lintas dan mobil kita menggunakan atret (dari achteruit), verboden, pit (dari fiets), knalpot, rem, perseneling (dari versnelling), dongkrak, dan schokbreker.
Sebagai negara yang dulunya mangut pada lembaga hukum Hindia Belanda, dalam bidang hukum, kata-kata seperti ruilslag (tukar guling), gijzeling (penyanderaan), advokat (dari advocaat), beslag (sita), in kracht (putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum).
Serapan bisa dikatakan bisa terjadi dalam dua bentuk, ada yang tetap dalam bentuk aslinya, tanpa penyesuaian, misalnya pelopor dari voorloper, arsip dari archief. Tetapi ada juga yang terlebih dulu kita terjemahkan, seperti toonkunst atau jika di terjemahkan menjadi seni suara.
ADVERTISEMENT
Tak jarang unsur serapan kata tersebut menjadikan adanya pergeseran makna, rentenir misalnya berasal dari rentenieren yang artinya hidup dari bunga tabungan, sementara sekarang ini rentenir diartikan sebagai seorang lintah darat.
Dalam perkembangan bahasa Indonesia, memang unsur serapan bukan suatu hal yang salah, karena berhubungan dengan akulturasi serta asimilasi tadi, tapi disisi lain bukan berarti pula bahwa dengan adanya unsur serapan peninggalan Belanda, nasionalisme kita menjadi dipertanyakan. Seperti yang dikatakan Joss Wibisono dalam artikelnya Saling Serap Indonesia-Belanda (2010) bahwa mungkinkah menghapuskan sisa-sisa Belanda dari sejarah dan bahasa kita? Itu mungkin saja, tapi jangan-jangan juga sekaligus berarti mengingkari keindonesiaan kita sendiri.
Sumber : Wibisono, Joss. 2012. Saling Silang Idonesia-Eropa: dari Diktator Musik, Hingga Bahasa. Jakarta : Marjin Kiri. foto : kompasiana.com
ADVERTISEMENT