Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Kebaya dalam Sejarah Perjalanan Masyarakat Indonesia
7 Januari 2018 14:35 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:19 WIB
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sebuah pakaian bernilai seni tinggi yang tak lekang dimakan zaman.
ADVERTISEMENT
Kebaya mengalami perkembangan dari waktu ke waktu, awal mula munculnya kebaya dari zaman dulu hingga sekarang dimulai pada tahun 1300-1600 Masehi, diawali dengan busana perempuan berupa baju semacam tunik yang mulai digunakan oleh perempuan Tionghoa pada masa pemerintahan Dinasti Ming. Kemudian tahun 1500-1600 Masehi perempuan imigran Tionghoa mulai muncul di wilayah Nusantara dan kemudian berkembang menjadi kebaya encim atau kebaya peranakan.
Pada waktu itu, busana yang menjadi cikal bakal kebaya masih berupa baju atasan berbentuk tunik, berlengan panjang, menutup leher hingga ke lutut, dan berbentuk mirip baju kurung. Sebelumnya, busana masyarakat di daerah Jawa, Bali dan Sumatera mengenakan sejenis kemben tanpa atasan apapun, maka kebaya dianggap ideal sebagai baju atasan, karena menutupi bagian dada perempuan.
ADVERTISEMENT
Tahun 1500-an, kebaya mulai dikenal sebagai busana khusus oleh anggota keluarga keturunan para Raja di Pulau Jawa, dan pada tahun 1800 bersamaan dengan era Pemerintahan Hindia Belanda, bahan pakaian yang lebih baik seperti beludru, berbagai jenis kain sutera dan tenunan halus lainnya mulai muncul menggantikan bahan katun hasil tenunan yang sederhana (kain mori), karena jalur perdagangan tekstil antar negara yang mulai ramai.
Saat itu, penggunaan baju kebaya diterapkan menurut kelas sosial. Keluarga keraton dan para bangsawan mengenakan kebaya yang terbuat dari bahan sutera, beludru atau brokat. Adapun perempuan Belanda atau keturunan bangsa asing mengenakan kebaya yang terbuat dari bahan katun dengan bentuk dan potongan yang lebih pendek. Keturunan Eropa lainnya yang berdiam di Indonesia, waktu itu juga mengenakan baju kebaya berbahan katun halus dengan hiasan brokat di pinggirnya, sedangkan dari kalangan biasa pada umumnya memakai kebaya dari bahan katun atau tenun biasa yang murah harganya
ADVERTISEMENT
Tahun 1900, kebaya tidak saja digunakan oleh penduduk asli Jawa, tetapi juga dikenakan sebagai busana sehari- hari oleh perempuan keturunan Tionghoa maupun Belanda. Ada dua jenis kebaya yang banyak dikenakan, yaitu kebaya encim dan kebaya putu baru (kebaya nyonya). Kebaya Encim adalah jenis kebaya yang dipakai oleh perempuan keturunan Tionghoa, yang biasanya dihiasi dengan sulaman dan bordiran. Adapun kebaya putu baru adalah kebaya bergaya tunik pendek berwarna-warni dengan motif yang cantik. Panjang kebaya putu baru tadinya mencapai mata kaki pemakainya, tetapi mengalami perkembangan sesuai zamannya.
Tahun 1945-1960-an, kebaya sedemikian luas dalam berbagai kesempatan dalam kehidupan rakyat Indonesia sehari-hari, baik di kawasan pedesaan ataupun perkotaan. Kebaya kembali meraih posisinya sebagai baju ideal perempuan Indonesia, bahkan kebaya telah menjadi identitas busana perempuan Indonesia bahkan disebut kostum Nasional. Kebaya tidak saja menjadi baju sehari-hari, tetapi juga dikenakan pada berbagai acara seremonial dan berbagai acara sosial pemerintahan yang dianggap resmi
ADVERTISEMENT
Tahun 1970 – 1980an, pengaruh budaya pop yang kuat dari Eropa dan Amerika membuat jalur dunia mode Indonesia berpaling ke sana. Berbagai tren fashion bermunculan menunjukkan gaya perkotaan atau modern yang mengikuti arus mode di Eropa dan Amerika. Kebaya yang oleh kaum muda dianggap sebagai busana tradisional, dan mulai dianggap ketinggalan mode sehingga kebaya mulai ditinggalkan, walau begitu kebaya masih dikenakan pada berbagai acara resmi atau pada upacara resepsi di tengah masyarakat khususnya kaum wanita
Tahun 2000, masa kejayaan kebaya kembali terulang, para perancang busana membuat kebaya lebih masa kini dengan bentuk yang sangat serasi di badan dan beragam bahan kain kebaya yang indah, bahkan menggunakan bahan yang mewah dan mahal seperti sutera organdi, lace, kain shantung bahan tekstil impor serta berbagai bahan yang terbuat dari serat alam lainnya seperti tenunan serat nanas dan serat pisang. Bahkan, ada juga baju kebaya yang terbuat dari perpaduan unsur dan bahan, seperti logam, kristal, serta beragam manik-manik dan kerang. Ada juga yang dihiasi dengan lukisan tangan dan sebagainya. Kebaya kini mengalami perubahan menjadi lebih beragam, indah, menampilkan keanggunan modern, dan lebih serba guna
ADVERTISEMENT
Sumber : Daeng, Hans. 2008. Manusia, Kebudayaan, dan Lingkungan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Riyanto, A dan Liunir Zulbahri. 2009. Modul Dasar Busana. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Triyanto dan Widyabakti Sabatari. 2007. Kebaya dalam Prespektif Gender dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.