Kematian Presiden Ketiga Mesir dalam Sebuah Parade Militer

Potongan Nostalgia
#PotonganNostalgia || Mari bernostalgia! Menjelajah apa yang sudah mulai terlupakan, atau bahkan belum sempat diingat
Konten dari Pengguna
3 Juni 2018 11:38 WIB
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Jenderal Besar Mohammed Anwar Al-Sadat adalah tentara dan politikus yang berasal dari Mesir. Ia dilahirkan di Mit Abu Al-Kum, Al-Minufiyah, Mesir, dari keluarga campuran Mesir dan Sudan. Anwar Al-Sadat lulus dari Akademi Militer Kerajaan di Kairo pada 1938.
ADVERTISEMENT
Ia kemudian bergabung dengan Gerakan Perwira yang bertekat untuk membebaskan Mesir, yang ketika itu berada di bawah pemerintahan Inggris. Pada Perang Dunia II, Anwar Al-Sadat dipenjara oleh Inggris karena berbagai usahanya mendapatkan bantuan dari Kekuatan Poros untuk mengusir Inggris.
Pada 1952, Anwar Al-Sadat ikut dalam kudeta untuk menggulingkan kekuasaan Raja Farouk II. Pada 1964, setelah memegang berbagai jabatan penting dalam pemerintahan Mesir, ia dipilih oleh Presiden Gamal Abdel Nasser sebagai wakil presiden hingga tahun 1966.
Ia menduduki posisi yang sama pada periode selanjutnya, yaitu pada1969 hingga 1970. Setelah Gamal Abdel Nasser wafat, Anwar Al-Sadat dilantik sebagai presiden Mesir.
Anwar Al-Sadat dikenal, oleh dunia barat, sebagai tokoh yang sangat berpengaruh di wilayah Timur Tengah, khususnya Mesir.
ADVERTISEMENT
Ia melakukan kesepakatan damai dengan Israel. Bagi bangsa barat, perjanjian damai adalah cara terbaik untuk menghentikan konflik yang terjadi di Timur Tengah. Tetapi, perjanjian damai itu, bagi bangsa Arab, sebagai cara untuk takluk terhadap kekuasaan Amerika Serikat.
Menurut banyak kalangan, dengan melakukan perjanjian tersebut, Anwar Al-Sadat telah menuliskan surat kematiannya sendiri.
Pada 6 Oktober 1981, di Kairo, dilaksanakan sebuah parade militer untuk memperingati Perang Yon Kippur. Perang yang terjadi pada 1973 itu adalah sebuah kesuksesan bagi angkatan bersenjata Mesir yang berhasil menyerang Israel di sepanjang garis timur Terusan Suez.
Presiden Anwar Al-Sadat ketika itu duduk di tengah barisan pertama bersama Perdana Menteri, Hosni Mubarak. Ribuan tamu dari berbagai kalangan hadir di sekitar rombongan pejabat penting itu.
ADVERTISEMENT
Awalnya parade militer itu berjalan dengan baik, sampai muncul sebuah truk yang menarik sebuah senjata mesin berhenti tepat di depan barisan pejabat pemerintah. Seorang perwira, Letnan Khaled Ahmed Islambouli, keluar dari truk dan berjalan mendekati Anwar Al-Sadat.
Ia lantas melemparkan sebuah granat ke arah Anwar Al-Sadat, tanpa seorang pun yang memperkirakan hal itu. Para pengawal presiden tidak dapat berbuat banyak ketika sekolompok tentara berdiri di belakang truk dan mulai menembaki barisan para pejabat itu.
Satu per satu dari tamu penting itu berjatuhan, dan sebagian lainnya masih berlindung di balik kursinya.
Setelah merasa cukup, para tentara pembunuh itu berusaha untuk kabur, tetapi pengawal presiden yang berjumlah lebih banyak, menyerang balik. Mereka berhasil membunuh salah satu penyerang, sementara tiga lainnya ditangkap.
ADVERTISEMENT
Tubuh Anwar Al-Sadat yang telah dipenuhi oleh peluru segera dibawa ke rumah sakit militer menggunakan helikopter. Namun, dalam perjalanan tersebut Anwar Al-Sadat dinyatakan tewas.
Setelah diselidiki, penyerangan tersebut direncakan oleh jaringan gerakan Islam ekstrem. Kelompok-kelompok itu dibentuk oleh pejuang Muslim yang menolak sekularisme dan kebudayaan barat modern. Mereka menginginkan pemerintahan Islam di Mesir, terutama mengenai hukum dan kebudayaannya.
Pemerintahan sebelumnya sebenarnya telah mencoba membasmi para militan keras ini, tetapi pada pemerintahan Anwar Al-Sadat, perlakuan terhadap mereka terlalu lunak hingga akhirnya mereka muncul kembali.
Sumber: Ballack, Luger. 2007. Kisah Tragis 28 Penguasa. Jakarta: Visimedia
Foto: rarehistoricalphotos.com