Konten dari Pengguna

Kesultanan Bulungan dan Gagasan Diplomasi yang Antikekerasan

Potongan Nostalgia
#PotonganNostalgia || Mari bernostalgia! Menjelajah apa yang sudah mulai terlupakan, atau bahkan belum sempat diingat
27 Desember 2020 21:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sultan Bulungan. Sumber: Wikimedia Commons
zoom-in-whitePerbesar
Sultan Bulungan. Sumber: Wikimedia Commons
ADVERTISEMENT
Salah satu catatan sejarah adalah kesultanan yang berada di Indonesia adalah kesultanan Bulungan, Kalimantan Utara. Kesultanan Bulungan berdiri pada sekitar abad ke-16 masehi. Ketika itu Kesultanan Bulungan memiliki kekuasaan wilayah administratif meliputi Bulungan, Tana Tidung, Malinau, Nunukan, Tarakan, bahkan hingga Sabah, Malaysia. Masa awal berdiri, Kesultanan Bulungan dipimpin oleh Datuk Mencang.
ADVERTISEMENT
Pada masa itu Datuk Mencang menikah dengan seorang wanita Dayak bernama Asung Luwan. Lalu setelah itu Datuk Mencang mencoba membangun tata pemerintahan. Ia memimpin Kesultanan Bulungan sejak tahun 1555-1594.
Kesultanan Bulungan diperkirakan baru mulai dikelola dengan sistematis pada abad 18 masehi. Sebab kala itu pemimpin Kesultanan Bulungan telah menyandang predikat resmi yaitu Sultan. Saat itu tampuk kekuasaan Kesultanan Bulungan telah dipegang oleh Wira Amir yang berganti nama menjadi Aji Muhammad sebab telah memeluk agama Islam tahun 1777 dan digelari Sultan Amirul Mukminin.
Sumber: Wikimedia Commons
Kesultanan Bulungan memang dikenal tidak pernah mempersiapkan pasukan militer yang kuat. Kesultanan Bulungan seperti memiliki ciri lebih baik baik menempuh jalan kerja sama atau bersikap mengalah daripada harus berperang.
ADVERTISEMENT
Kesultanan Bulungan ibarat menjadi perpindahan kekuasaan antara kerajaan satu dengan lainnya. Bahkan, Kesultanan Bulungan pernah harus “rela” berada dalam dominasi kolonialis pemerintah Belanda. Pernah, Kesultanan Bulungan berada dalam kekuasaan Kesultanan Berau, Kalimantan Timur. Kemudian berpindah lagi dalam kekuasaan Kerajaan Sulu, Filipina.
Hingga kolonialis Belanda mulai ada di Tanah Bulungan tahun 1850. Kemudian tahun 1853 kolonialis Belanda resmi menguasai Kesultanan Bulungan seluruhnya. Setelah dilakukannya perjanjian antara Sultan Muhammad Alimuddin Amirul Mukminin Kaharuddin sebagai pemimpin Kesultanan Bulungan selanjutnya dengan pemerintahan kolonialis Belanda. Prinsip Sultan Muhammad Alimuddin Amirul Mukminin Kaharuddin masih sama seperti pendahulunya, menghindari upaya kekerasan di Bumi Bulungan atau enggan bertempur.
Itulah sebabnya perjanjian dengan kolonialis Belanda dianggap menguntungkan bagi kehidupan yang kondusif di wilayah kekuasaaan Kesultanan Bulungan. Tentara kolonialis Belanda akhirnya mengubah kekuatan pertahanan di kawasan kekuasaan Kesultanan Bulungan. Tentara kolonialis Belanda memberikan jaminan akan membantu Kesultanan Bulungan dari serangan kerajaan lain. Pasukan Kesultanan Bulungan kini mendapat dukungan kekuatan dari tentara kolonialis Belanda. Tidak lagi sekadar mampu mengusir perompak laut saja.
Sumber: Wikimedia Commons
Di era penjajahan Jepang, wilayah Kesultanan Bulungan juga tidak merasakan kehidupan yang pedih untuk ikut kerja Romusha. Ketika daerah lain di Indonesia banyak menjadi korban akibat kerja Romusha. Ditengarai, ada perjanjian kembali antara Kesultanan Bulungan dan penjajah Jepang. Asal tidak ada kekerasan dan korban jiwa, penjajah Jepang dibolehkan membangun basis kekuatan di Bulungan sambil berbagi hasil sumber daya alam.
ADVERTISEMENT
Setelah kemerdekaan berhasil diraih, Kesultanan Bulungan juga masuk ke dalam kedaulatan negara kesatuan Republik Indonesia. Namun, Kesultanan Bulungan diembus isu ingin keluar dari Indonesia dan bergabung dengan Malaysia. Sedangkan, saat itu Indonesia sedang berkonfrontasi dengan Malaysia.
Mendengar isu tersebut, pihak pengendali keamanan segera mengambil tindakan tegas. Dikirim pasukan militer ke Bulungan. Lalu tak diketahui siapa pemicunya, terjadilah pembunuhan keluarga dan kerabat Kesultanan Bulungan. Penjarahan terjadi, warisan sejarah bangunan istana kesultanan pun dibakar massa yang tidak terkendali. Saat itu Kesultanan Bulungan tetap memilih tidak melakukan perlawanan.
sumber: indonesia.go.id