Kesultanan Tidore, Pergolakan Kekuasaan untuk Mencapai Kejayaan

Potongan Nostalgia
#PotonganNostalgia || Mari bernostalgia! Menjelajah apa yang sudah mulai terlupakan, atau bahkan belum sempat diingat
Konten dari Pengguna
24 Mei 2018 21:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kesultanan Tidore adalah salah satu kerajaan Islam yang berkembang di Indonesia, berpusat di wilayah Kota Tidore, Maluku Utara. Kesultanan Tidore mengalami masa kejayaan sekitar abad ke-16 M sampai abad ke-18 M. Kesultanan di Maluku ini berhasil menguasai sebagian besar Pulau Halmahera selatan, Pulau Buru, Pulau Seram, dan beberapa pulau di pesisir Papua Barat.
ADVERTISEMENT
Kesultanan Tidore terletak di sebelah selatan Ternate. Raja pertama kerajaan ini adalah Muhammad Naqil yang mulai menjabat pada 1081. Agama Islam sebagai agama kerajaan ini baru resmi sekitar akhir abad ke-14 M, ketika Tidore berada di bawah pimpinan Sultan Djamaluddin.
Sekitar abad ke-16 M, bangsa Eropa mulai berdatangan ke Nusantara untuk tujuan perdagangan, yang semakin lama berubah menjadi tujuan ekspansi setelah melihat hasil bumi di Nusantara yang sangat berlimpah. Wilayah Maluku, termasuk Tidore pun tidak luput dari tujuan ekspansi bangsa Eropa. Tahun 1521, Sultan Mansur menerima Spanyol sebagai sekutu bagi Kesulatanan Tidore. Hal itu dilakukan untuk mengimbangi kekuatan Kesultanan Ternate yang bersekutu dengan bangsa Portugis.
Tetapi Spanyol tidak bertahan lama di wilayah Maluku, karena protes yang dikeluarkan oleh pemerintahan Portugis. Mereka dianggap melanggar Perjanjian Tordesillas tahun 1494. Kemudian Spanyol mundur dari Tidore pada 1663, ketika kesultanan itu diperintah oleh Sultan Saifuddin. Dengan mundurnya Spanyol sebagai sekutur Tidore, maka otomatis kekuatan militer kesultanan ini menjadi lemah. Mereka semakin kesulitan setelah Belanda, melalui VOC, sudah mulai menancapkan pengaruhnya di wilayah Maluku.
ADVERTISEMENT
Sultan Saifudin kemudian melakukan sebuah perjanjian dengan Laksamana Speelman dari VOC pada 13 Maret 1667. Isi perjanjian itu adalah VOC mengakui hak-hak dan kedaulatan Kesultanan Tidore atas wilayah Papua. Sedangkan bagi Belanda, mereka diberikan hak monopoli perdagangan rempah-rempah di wilayah Kesultanan Tidore.
Kesultanan Tidore semakin kesulitan dalam mempertahankan kekuatannya setelah Sultan Saifudin wafat, dan Belanda semakin leluasa dalam menguasai hasil alam di wilayah Tidore. Kemudian pada 13 April 1779 muncul sultan baru di wilayah Tidore, yakni Sultan Naku. Ia kemudian menyatakan bahwa kesultanan Tidore di bawah pimpinannya merdeka dari kekuasaan Belanda. Setelah melalui berbagai peperangan dan perjuangan selama bertahun-tahun, Sultan Nuku akhirnya berhasil membebaskan Kesultanan Tidore dari kekuasaan VOC.
ADVERTISEMENT
Sumber: Gustama, Faisal Ardi. 2017. Buku Babon Kerajaan-Kerajaan Nusantara. Yogyakarta: Brilliant Book
Foto: donisetyawan.com