Konten dari Pengguna

Kisah Cinta Kaisar Romawi Pertama

Potongan Nostalgia
#PotonganNostalgia || Mari bernostalgia! Menjelajah apa yang sudah mulai terlupakan, atau bahkan belum sempat diingat
3 November 2018 10:46 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Cucu kemenakan Julius Caesar, Octavianus adalah kaisar Romawi pertama dengan gelar “Augustus”. Ia dikenal sebagai tokoh penting dalam pembentukan pemerintahan Romawi dan dikenal memiliki strategi kepemimpinan yang sangat cerdas. Namun di balik kehabatannya itu, Augustus menyimpan kisah cinta yang cukup rumit, di mana pujaan hatinya adalah seorang istri pegawai pemerintahan Romawi.
ADVERTISEMENT
Livia Drusilla lahir dalam keluarga bangsawan terhormat di Roma tahun 56 SM. Ketika masih belia, ia menikah dengan Tiberius Claudius, dan dianugerahi dua orang anak laki-laki. Suatu hari pada bulan September tahun 39 SM, Livia bertemu dengan Augustus, yang saat itu menjadi satu dari tiga penguasa kekaisaran Romawi yang terpecah.
Augustus sangat tertarik kepada Livia, baik karena kecantikannya atau kecerdasaannya. Augustus lalu memaksa Tiberius Claudius untuk menceraikan istrinya itu agar dirinya dapat menikahi wanita pujaan hatinya tersebut. Entah bagiamana akhirnya, tetapi diketahui Livia pun menjadi istri sah Augustus.
Livia banyak membantu Augustus dalam menjalankan tradisi dan pemerintahan di Kekaisaran Romawi semasa terjadi perubahan yang sangat besar. Roma berubah menjadi kota padat dengan latar belakang penduduk yang berbeda-beda. Hal itu menciptakan cukup banyak kekacauan antara bangsawan dengan rakyatnya.
ADVERTISEMENT
Namun terjadinya perubahan itu tidak mempengaruhi kehidupan Livia dan Augustus. Dengan status sebagai penguasa Romawi, tidak membuat mereka hidup dalam kemewahan. Keduanya tidak memamerkan kekuasaan serta kejayaan mereka di tengah-tengah rakyat Romawi. Augustus dan Livia mengutamakan hidup “hemat”, istana tempat tinggal mereka pun berukuran kecil, dengan perabotannya senderhana.
Livia dikenal sebagai wanita terpelajar dari keluarga bangsawan terhormat, sehingga ia mampu untuk terlibat aktif dalam urusan-urusan kenegaraan. Ia menjadi penasihat Augustus, dan suaminya itu selalu menghargai pendapatnya. Bagi Augustus, Livia adalah wanita yang layak untuk menjadi panutan sebagai ciri perempuan sempurna di Roma.
Berkat bantuan dari Livia, Augustus mampu melihat perubahan-perubahan yang terjadi di kekaisarannya. Augustus membuat undang-undang baru yang berasal dari penilaian Livia, yaitu undang-undang yang menghukum ketidaksetiaan dalam pernikahan, dan hidup boros dalam keluarga. Selain itu, peraturan baru itu mendorong setiap warga negara untuk bertanggung jawab terhadap masyarakat maupun keluarga.
ADVERTISEMENT
Kehidupan kaum muda di Roma berkembang bebas semasa pemerintahan Augustus dan Livia, yang dikenal sebagai tahun-tahun paling makmur dan ramah. Mereka nyaris tidak menerapkan tradisi Romawi lama, dan segala larangannya.
Namun penerapan peraturan baru itu tidak berjalan dengan mudah. Di antara para penentang peraturannya itu adalah putri Augustus sendiri, Julia. Ia dikenal sebagai gadis yang cerdas, penuh semangat, dan ambisius. Julia secara terang-terangan menentang pemerinatah karena dianggap berlebihan, terutama mengenai undang-undang perkawinan, yang menurutnya terlalu memaksa hak individu.
Roma pun akhirnya terpecah menjadi dua kelompok; satu kelompok berpihak pada Livia, dan kelompok lain berpihak pada Julia. Akhirnya, dengan terpaksa Augustus menjatuhkan hukuman yang sah atas putrinya sendiri. Ketika berusia 37 tahun, Julia diasingkan ke sebuah pulau kecil, di mana ia meninggal dunia tidak lama kemudian.
ADVERTISEMENT
Atas kejadian itu, Livia dituduh oleh kelompok lawannya menciptakan konspirasi di Roma, namun tidak ada satupun dari tuduhan itu yang terbukti. Kepercayaan Augustus kepada istirnya itu tidak tergoyahkan sekalipun banyak tuntutan kepadanya.
Karena tidak adanya pewaris laki-laki dalam garis keturunan Augustus, ia menunjuk Tiberius, putra Livia dari perkawinan pertamanya sebagai pewaris sekaligus pengganti dirinya sebagai kaisar.
Menjelang ajalnya, Augustus mengucapkan pesan terakhir kepada istrinya, yang saat itu masih berusia 52 tahun : “selamat tinggal, selamat tinggal Livia! Kenanglah penyatuan kita yang abadi!”.
Sumber : Crompton, Samuel Willard. 2005. 100 Hubungan yang Berpengaruh di Dalam Sejarah Dunia. Tanggerang : Karisma
Foto : commons.wikimedia.org