Tumpeng dan Filosofi Hidup Masyarakat Jawa

Potongan Nostalgia
#PotonganNostalgia || Mari bernostalgia! Menjelajah apa yang sudah mulai terlupakan, atau bahkan belum sempat diingat
Konten dari Pengguna
25 Desember 2018 19:26 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tumpeng (Foto: Flickr/Matthew Kenwrick)
zoom-in-whitePerbesar
Tumpeng (Foto: Flickr/Matthew Kenwrick)
ADVERTISEMENT
Tumpeng adalah sejenis olahan nasi yang dibuat membentuk kerucut, menyerupai gunung. Umumnya, tumpeng dibuat dalam dua jenis, yaitu nasi kuning dan nasi putih. Tumpeng biasanya dibuat sebagai bagian dari perayaan tertentu, seperti slametan, kelahiran anak, peresmian bangunan, dan lain sebagainya.
ADVERTISEMENT
Budaya di Indonesia, khususnya Jawa dan Bali, sangat menyakralkan kedudukan tumpeng sebagai makanan adat. Hal itu karena unsur-unsur Hindu sangat kental dalam setiap upacara yang menyajikan tumpeng.
Dalam adat Jawa, kesakralan tersebut sudah sedikit berkurang karena kebudayaan Islam sudah lebih kuat dibandingkan kebudayaan Hindu. Sehingga, kedudukan tumpeng di masyarakat Jawa telah berubah menjadi sebuah simbol akulturasi budaya lokal. Perbedaan sangat jelas terlihat di Bali, yang masih kental dengan kebudayaan Hindunya, karena tumpeng masih memiliki kedudukan yang erat kaitannya dengan religi masyarakatnya.
Selain disertai dengan ritual keagamaan, tradisi tumpeng juga bisa dilihat dari perwujudan tumpeng yang berbentuk kerucut, menyerupai bentuk gunung. Bagi penganut agama Hindu, méru (gunung) merupakan representasi dari sistem kosmos (alam raya).
Tumpeng dan Filosofi Hidup Masyarakat Jawa (1)
zoom-in-whitePerbesar
Foto: Wikimedia Commons
ADVERTISEMENT
Pada masa kerajaan Hindu-Budha di Indonesia, konsep méru ini dapat dilihat dari penempatan istana tempat tinggal raja yang terletak di sekitar rangkaian pegunungan. Seperti di Yogyakarta, di mana posisi keraton berada pada posisi garis lurus ke arah utara dengan Gunung Merapi, sedangkan ke arah selatan menuju Pantai Laut Selatan.
Dengan demikian, gunung memiliki arti penting dalam kepercayaan masyarakat Jawa. Aneka sayur dan lauk-pauk yang ditata di sekitar tumpeng mengandung arti kehidupan (tumbuhan, hewan, dan manusia).
Pada tumpeng, alam tumbuhan diwujudkan melalui bahan-bahan sayur; alam binatang tergambarkan melalui daging hewan, seperti ayam, kambing, atau sapi; sedangkan alam manusia diwujudkan dalam bentuk nasi tumpeng itu sendiri.
Maka dari itu, jika memaknai bentuk dan filosofi yang terkandung dalam tumpeng, terdapat harapan bagi masyarakat yang menyajikan tumpeng dalam sebuah upacara adat, berupa kehidupan yang lebih baik. Selain itu, bentuk tumpeng yang menanjak naik dan tinggi diharapkan dapat memicu peningkatan hidup manusia.
ADVERTISEMENT
Dalam sejarahnya, tradisi tumpengan bukan hanya berlaku di lingkungan masyarakat pribumi saja, tetapi juga di antara orang-orang Eropa. Mereka sering melakukan tradisi menyajikan tumpeng, atau nasi kuning untuk acara-acara tertentu, seperti misalnya ketika memperingati hari ulang tahun anaknya, peresmian rumah yang baru selesai dibangun, atau bahkan perpisahan seorang pejabat pemerintah yang dipindah tugas ke tempat lain.
---
Sumber: Moertjipto. 1993. Makanan: Wujud, Variasi dan Fungsinya serta Cara Penyajiannya pada Orang Jawa Daerah Istimewa Yogyakarta. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.