Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.97.1
Konten dari Pengguna
Konsep Rumah Masyarakat Kampung Naga
28 Januari 2018 22:04 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:12 WIB
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ada sebuah hal yang menarik mengenai konsep rumah yang dibangun di Kampung Naga, yang terbagi atas dua jenis rumah. Rumah pertama dinamakan “bumi panto hiji”, yaitu rumah dengan konsep asli masyarakat Kampung Naga, dan rumah kedua dinamakan “bumi panto dua”, yaitu rumah yang sudah mendapatkan penambahan ruang untuk fungsi kebutuhan-kebutuhan baru, seperti untuk ruang tidur dan ruang keluarga.
ADVERTISEMENT
Jarak antar rumah warga di Kampung Naga tidak lebih dari satu rentangan tangan untuk bagian sampingnya, bahkan jarak bagian depan rumah hanya sekitar dua rentang tangan. Walaupun demikian, tidak ada tumpang tindih antara atap yang saling berdekatan tersebut. Hal itu menunjukkan masyarakat Kampung Naga memiliki konsep pemukiman yang baik dalam mengatur wilayah tempat tinggalnya. Masyarakat Naga juga percaya bahwa dekatnya rumah mereka adalah symbol kedekatan antar masyarakat yang tidak pernah putus.
Ketinggian tiap rumah di kawasan pemukiman Kampung Naga berbeda-beda, tergantung posisi tanah tempat rumah tersebut didirikan. Rumah-rumah penduduk berada di teras atau sengkedan, yang terbuat dari susunan batu kali. Batu-batu kali tersebut dapat tersusun membentuk lahan untuk pembuatan rumah akibat dari adanya tanah liat yang merekatkannya. Tanah liat yang tidak larut air akan ditumbuhi oleh lumut yang berfungsi sebagai penahan dan penyerap air. Sehingga susunan batu berlumut tersebut akan menghindarkan rumah dari longsor.
ADVERTISEMENT
Di setiap teras terdapat sekitar 15 rumah yang posisi rumahnya memnjang arah timur ke barat. Rumah penduduk di Kampung Naga hanya diperbolehkan bagian depannya menghadap ke arah utara atau selatan. Penataan pemukiman penduduk tersebut telah ditentukan secara turun temurun melalui adat budaya setempat. Untuk menentukan arah rumah dilakukan berdasarkan hari kelahiran suami di sebuah keluarga. Hal tersbut berkaitan dengan kepercayaan masyarakat mengenai perolehan rezeki. Jika lahir di hari senin atau selasa maka rumah akan menghadap ke arah utara, sedangkan jika lahir di hari selain itu maka rumah menghadap ke arah selatan.
Bahan yang digunakan untuk membuat rumah tidak boleh menggunakan bata dan semen, melainkan dari bilik anyaman kepang dan sasag. Bagian luar atap terbuat dari serabut ijuk, dan bagian dalamnya terbuat dari palipuh daun aren. Rumah pun tidak boleh di cat, kecuali menggunakan kapur. Rumah dibangun tidak menyentuh tanah sehingga berbentuk panggung dengan penyangga terbuat dari batu atau kayu setinggi 40-50 cm. Dipercaya bahwa konsep rumah panggung melambangkan alam semesta.
ADVERTISEMENT
Sumber : Eha Solihat, dkk. 2014. Upacara Adat di Jawa Barat. Bandung : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat.
Foto : travel.kompas.com