Konten dari Pengguna

Kujang Sebagai Bagian dari Sarana Spiritual Masyarakat

Potongan Nostalgia
#PotonganNostalgia || Mari bernostalgia! Menjelajah apa yang sudah mulai terlupakan, atau bahkan belum sempat diingat
8 Januari 2018 23:18 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kujang memiliki latar belakang sejarah yang sangat panjang dengan proses penciptaannya yang sudah banyak dikaji pada penelitian terdahulu.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan bukti yang telah ditemukan, banyak diantara kujang yang diciptakan pada masa kerajaan Pajajaran. Bahka adapun yang menyebutkan bahwa kujang telah ada pada masa kerajaan Tarumanegara. Meski nama kujang tidak pernah ditulis di dalam prasasti, tetapi banyak bukti yang memperkuat keberadaannya, seperti situs megalithik Batu Kujang di daerah Sukabumi, temuan kudi di kompleks candi Batujaya Karawang, relief candi Sukuh di Surakarta, catatan Stamford Raffles dalam buku “History of Java”, dan sebagainya.
Di wilayah Nusantara pada umumnya dikenal perkakas “Kudi” yang menjadi senjata untuk berburu dan sebagai alat pemotong. Kudi ditemukan di berbagai wilayah di Indonesia, antara lain kepulauan Alor, Jawa, Madura, Bali, Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan. Di pulau Madura kudi berevolusi menjadi senjata yang sekarang kita kenal dengan “celurit”. Sementara di Pulau Jawa pada umumnya kudi berevolusi menjadi bentuk perkakas yang disebut bendo arit (kudi bendo) atau arit. Sejak zaman kerajaan Hindu Jawa, para empu atau panadai besi di Indonesia telah membuat kudi sebagai perkakas, kemudian di Jawa Barat sendiri kudi berkembang bentuk secara khusus, menjadi apa yang kita kenal dengan nama “kujang”
ADVERTISEMENT
Kujang adalah sebuah senjata yang memiliki nilai sakral dan mistis serta berguna sebagai sarana ritual. Secara umum kijang mempunyai pengertian sebagai pusaka yang mempunyai nilai estetika yang bermakna simbolis dan filosofis budaya Sunda, dimana nilai dan makna tersebut mempunyai kekuatan tertentu bersifat mistis yang berasal dari Hyang Tunggal. Sebagai sebuah pusaka, sejak dahulu kujang mempunyai satu posisi yang khusus dalam masyarakat Sunda, bukan sebagai senjata, atau pun sebagai perkakas yang digunakan untuk kegiatan sehari-hari masyarakat. Kujang berfungsi sebagai benda spiritual atau lebih dikenal dengan istilah pusaka dan jimat (azimat). Fungsi lainnya adalah sebagai medium mistik, simbol status, dan pajimatan.
Nama “Kujang” berasal dari kata Ku Jawa Hyang atau Ku Dyah Hyang. Pada zaman Pajajaran awal, kujang telah mendekatai kesempurnaan secara perupaan setelah disempurnakan oleh para Mpu tersohor, seperti Empu Windu Sarpa, Mercukunda, dan Ramayadi. Sebagai sebuah objek penciptaan, kujang tak lepas dari pemenuhan kebutuhan ritual yang sudah bergeser pada agama Hindu Jawa.
ADVERTISEMENT
Selain sebagai pemenuhan kebutuhan ritual, kujang telah berevolusi dengan sendirinya sebagai pelengkap nilai-nilai dari budaya Sunda pada zama tersebut. Perkembangan sistem dan penyatuan pemikiran menjadi dorongan untuk memperkaya bentuk perupaan kujang, seperti bentuk-bentuk yang ada saat ini.
Diperkirakan pada tahun 1170 M, kujang mulai digunakan oleh petinggi kerajaan Pajajaran awal sebagai pusaka. Kujang berfungsi sebagai simbol kepangkatan, penghormatan kepada para pemimpin, nilai sebuah ajaran dan lain sebagainya. Menurut beberapa ahli, bentuk dasar kujang merupakan gambaran dari wilayah pasundan dan sebagian wilayah Jawa yang juga bermuatan simbol Trimurti (tiga lubang).
Di dalam kehidupan masyarakat ada sebuah sikap yang lain terhadap kujang, hal itu dikarenakan masyarakat menganggap kujang bersifat mistis. Disetiap daerah umumnya ditemukan keris yang jumlahnya terbilang banyak, berbeda dengan kujang yang diberikan sikap khusus oleh masyarakat. Dalam sebuah upacara kujang sangat simbolis, seperti saat akan memotong padi, menebang pohon, dan lain sebagainya, kujang hanya mengawalinya dan selanjutnya pemotongan dan penebangan menggunakan arit dan kapak. Hal tersebut menjelaskan bahwasanya di dalam masyarakat kujang sangat simbolis dan diperlakukan secara khusus. Menurut beberapa sumber, nama dan bentuk kujang diambil dari rasa kagum orang Sunda terhadap binatang kudhang atau kidang atau kijang yang gesit, lincah, bertanduk panjang dan bercabang, sehingga membuat binatang lain takut.
ADVERTISEMENT
Sumber :
Kurniawan, Ade. 2011. Kajian Filosofis dan Simbolis Kujang. Tesis Program Studi Magister Seni Rupa. Institut Teknologi Bandung.
Rosidi, Ajip. 2008. Kujang, Bedog, dan Topeng dan Kajian Lainnya Mengenai Budaya Sunda. Bandung: Pusat Studi Sunda.
Foto : kujangsiliwangi.com