Lao Tzu, dan Konsep Mencintai Alam

Potongan Nostalgia
#PotonganNostalgia || Mari bernostalgia! Menjelajah apa yang sudah mulai terlupakan, atau bahkan belum sempat diingat
Konten dari Pengguna
22 April 2018 11:31 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Statue of Lao Tzu in Quanzhou (Foto: Dok: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Statue of Lao Tzu in Quanzhou (Foto: Dok: Wikimedia Commons)
ADVERTISEMENT
Lao Tzu oleh sebagian orang dianggap sebagai tokoh di dalam legenda yang keberadaannya masih diragukan. Namun sebagain lagi percaya bahwa Lao Tzu adalah tokoh sejarah yang benar-benar ada. Lao Tzu mengarang sebuah karya sastra penting dalam perkembangan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Tiongkok.
ADVERTISEMENT
Dari ribuan karya sastra yang pernah ditulis di Tiongkok, satu-satunya karya yang paling banyak diterjemahkan, dan dibaca di luar negara itu adalah Tao Te Ching, yang berarti “Jalan Klasik dan Kekuatannya”, karangan Lao Tzu. Naskah Tao Te Ching adalah inti dari ajaran Tao, yang mengajarkan mengenai konsep alam, dan kekuasaan alam.
Ajaran Tao berpandangan bahwa setiap orang tidak boleh melawan alam, tetapi harus sepenuhnya percaya pada alam, dan bekerja memanfaatkan alam dengan sebaik-baiknya. Manusia harus meyakini bahwa hidup berdampingan dengan alam akan memberikan dampak positif bagi kehidupan mereka.
Beberapa pendapat percaya bahwa Lao Tzu hidup lebih dahulu dibandingkan Konfusius. Tetapi Konfusius hidup sekitar abad ke-6 SM, dan jika melihat isi dari Tao Te Ching, para ahli tidak sepenuhnya mempercayai hal tersebut. Mereka lebih percaya bahwa Lao Tzu hidup sekitar tahun 320 SM, jauh setelah masa Konfusius menyebarkan ajarannya.
ADVERTISEMENT
Pendapat itu menimbulkan banyak perdebatan mengenai waktu penulisan naskah Tao tersebut, bahkan keberadaan Lao Tzu sendiri. Namun dari banyaknya perdebatan yang ada, perlu diyakini bahwa tokoh Lao Tzu adalah benar adanya. Jika ada yang menyebutkan ia lahir sebelum Konfusius, maka itu semata-mata hanyalah keinginan pihak tertentu, terutama di antara para filsuf Taois, agar tokoh ini dianggap lebih awal memberikan pengaruh dibandingkan Konfusius.
Penulis-penulis masa awal Tiongkok, seperti Konfusius (abad ke-5 SM), Mo Ti (abad ke-5 SM), atau Mencius (abad ke-4 SM), tidak pernah sekalipun menyebutkan naskah Tao Te Ching atau Lao Tzu di dalam setiap karyanya. Hal itu semakin menguatkan bahwa Lao Tzu tidak dilahirkan sezaman ataupun sebelum hadirnya mereka.
ADVERTISEMENT
Barulah pada tahun 300 SM, seorang filsuf bernama Chuang Tzu menyebutkan Lao Tzu berulang kali dalam karyanya. Ada sumber lain yang semakin menguatkan keberadaan tokoh filsuf ini, menyebutkan Lao Tzu hidup di Tiongkok bagian Utara.
Lao Tzu bekerja sebagai ahli sejarah, dan kurator arsip resmi pemerintahan dinasti Chou. Lao Tzu dipercaya bukan nama asli dari tokoh filsuf ini, tetapi lebih sebagai gelar kehormatan. Lao Tzu memiliki arti “guru besar”.
Naskah Tao Te Ching sangatlah pendek, hanya terdiri dari 6000 karakter, atau bahkan kurang, ditulis dalam bahasa China yang hanya berisi beberapa lembar saja. Walaupun hanya terdiri dari sedikit lembaran, isi yang terkandung dalam naskah Tao Te Ching sangatlah padat, dan benar-benar membuka jalan pemikiran mereka yang membacanya.
ADVERTISEMENT
Banyak pemikir Taois yang menggunakan karya Lao Tzu sebagai dasar pemikiran mereka. Konfusius memang lebih banyak dianut oleh masyarakat Tiongkok, namun Lao Tzu sangat dihormati oleh para penganut Konfusius. Ajaran Taois pun telah mempengaruhi perkembangan filosofi Budha China, khususnya Budha Zen.
Sumber : Hart, Michael H. 2016. 100 Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia. Jakarta : Noura.
Foto : epochtimes.id
Lao Tzu, dan Konsep Mencintai Alam (1)
zoom-in-whitePerbesar