Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten dari Pengguna
Masuknya Film Bersuara ke Hindia Belanda
28 Maret 2017 19:01 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Perkembangan film sejak awal abad ke-20 terus berkembang ke taraf yang lebih tinggi, tidak puas hanya membuat film dengan gambar bergerak, film dengan teknik memungkinkan terdengarnya suara sudah bisa dinikmati sejak 1929.
ADVERTISEMENT
Industri film Amerika yang menjadi ‘center’ perkembangan film dunia, sejak 1926 sudah menemukan teknik untuk membuat film bersuara, pada seluloid gambar film sudah bisa diiringi jalur (track) rekaman suara musik disisinya. Sehingga begitu gambar diproyeksikan ke layar akan muncul pula suara musiknya, tak lama setelah itu ditemukan juga teknologi yang dapat membuat suara yang diucapkan pemain terdengar. The Jazz Singer adalah film Hollywood pertama yang ditayangkan di Amerika saat itu.
Teknologi suara macam itu, baru datang ke Indonesiaa sekitar akhir tahun 1929, wiayah pertamanya bukan di Batavia melainkan di Surabaya. The Raibow Man dan Fox Follies menjadi film bicara pertama yang diputar di Stadsiun. Sedang dikota lain seperti Bandung The Rainbow Man di putar pada 15 Februari 1930 di Bioskop Luxor. Tiga bulan setelahnya baru Batavia dapat giliran.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi dengan masuknya teknologi baru dalam dunia perfilman tentunya menimbulkan permasalahan baru. Dengan adanya suara dialog dalam film, maka pemahaman penonton atas jalan cerita menjadi berkurang, terutama penonton kalangan bawah. Hal ini disebabkan informasi yang semula, waktu film bisu, disampaikan dengan gerak-gerik, diganti dengan ucapan, padahal bahasanya tidak dipahami penonton.
Selain itu masalah teknis juga muncul, dalam menyetel proyektornya ternyata cukup rumit, di Surabaya proyektornya beru benar-benar bisa digunakan dengan efektif pada malam ketiga. Film buatan Shanghai pada waktu itu juga ikut tergilas dan mengalami kemerosotan, karena peranakan Tionghoa tidak mengerti bahasa Cina.
Walau sempat mendapat respon yang luar biasa dari penonton di awal masuknya teknik suara film ini, seperti pada pemutaran film di Bandung, yang sampai menjebol pintu masuk bioskop, tetapi para pengusaha film tidak melihat secara jelas kesiapan para pribumi dalam masuknya teknologi tersebut. meski begitu dengan adanya teknologi itu juga membuka sebuah Industri baru, yaitu industri musik ke Hindia Belanda.
Referensi : Biran, Misbach Yusa. 2009. Sejarah Film 1900-1950: Bikin Film di Jawa. Jakarta : Komunitas Bambu
ADVERTISEMENT
Live Update
Gedung Glodok Plaza yang terletak di Jalan Mangga Besar II Glodok Plaza, Kecamatan Tamansari, Jakarta Barat, terbakar, pada Rabu (15/1) malam. Kebakaran dilaporkan terjadi pada pukul 21.30 WIB. Api diduga bersumber dari lantai 7.
Updated 16 Januari 2025, 10:32 WIB
Aktifkan Notifikasi Breaking News Ini