Mengenal Khalil Gibran, Seniman Legendaris Dunia

Potongan Nostalgia
#PotonganNostalgia || Mari bernostalgia! Menjelajah apa yang sudah mulai terlupakan, atau bahkan belum sempat diingat
Konten dari Pengguna
7 Januari 2021 20:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Khalil Gibran. Dok: Wikimedia Commons.
zoom-in-whitePerbesar
Khalil Gibran. Dok: Wikimedia Commons.
ADVERTISEMENT
Khalil Gibran adalah penyair hebat yang karya-karyanya mencerminkan budaya Timur dan Barat. Ia dilahirkan pada 6 Desember 1883 di Bisharri, sebuah kota kecil di Lebanon Utara, di dekat wilayah pegunungan yang dianggap suci oleh masyarakat, yaitu Pegunungan Cedar (Jabal al-Arz).
ADVERTISEMENT
Gibran lahir dalam keluarga penganut Kristen Maronit, sebuah aliran yang berada di bawah gereja Katolik Roma, dengan status ekonomi yang terbilang cukup miskin. Keadaan ekonomi yang sulit membuat Gibran dan keluarganya memilih untuk pindah ke Amerika, mencoba untuk mencari peruntungan di sana.
Gibran tiba di Boston pada tahun 1894, dengan kenyataan bahwa kehidupan barunya itu tidak terlampau berbeda dengan kehidupan sebelumnya. Namun di Boston, ia dapat bersekolah di salah satu sekolah menengah. Selama di Boston kemampuan melukis dan menulisnya mulai terasah.
Pada 1896, ia kembali ke Lebanon, dan besekolah di Madrasah al-Hikmah, Beirut. Setelah lulus dengan pujian tertinggi, Gibran mengembara ke Yunani, Italia, Spanyol, dan akhirnya menetap di Paris untuk belajar seni hingga tahun 1901. Ketika belajar di Paris, dirinya mendapat pengaruh yang kuat dari seorang pematung ternama, Auguste Rodin.
Khalil Gibran (1898) Dok: Wikimedia Commons.
Tahun 1902, Gibran kembali ke Boston karena mendengar kabar bahwa ibunya sedang sakit keras. Keluarganya merupakan inspirasi dari setiap karya-karya yang diciptakannya, terutama sang ibu. Ia kehilangan orang-orang yang dicintai, seperti adiknya, Sultana (wafat pada 4 April 1902), kakaknya, Boutros (wafat pada 12 Maret 1903), dan ibunya, Kamila Rahmi (wafat pada 28 Juni 1903). Kematian orang-orang yang sangat ia sayangi sangat membekas. Ia lalu mengekspresikan kesedihannya lewat tulisan.
ADVERTISEMENT
Hidup di dua lingkungan kebudayaan berbeda, yaitu Timur dan Barat, membuat Khalil Gibran menjelma menjadi seorang sastrawan bebas yang tidak terikat pada kebangsaan dan kebudayaan tertentu. Di saat banyak penyair yang mengagung-agungkan kebudayaan lokal, Gibran merasa bahwa dirinya hanya terikat pada perjuangan hak dan martabat manusia tanpa memandang batas bangsa dan budayanya.
Ia dikenal sebagai penyair yang sangat kritis dengan kata-katanya yang tajam. Hal itulah yang membuat kalangan gereja membakar salah satu karyanya yang fenomenal, Spirits Rebellious, di depan khalayak ramai di pasar Beirut. Selain itu, pihak gereja Maronit menjatuhi hukuman ekskomunikasi terhadap Khalil Gibran. Peristiwa itu membuktikan bahwa Gibran adalah seorang tokoh yang menentang ketidakadilan dan pejuang kemanusiaan.
ADVERTISEMENT
Bukan hanya itu, ia juga mengkritik habis kaum agamawan dan pihak gereja, yang membangun tempat ibadah megah di saat para penganutnya berada dalam kemiskinan. Ia pun menilai bahwa para pendeta hidup dengan kemewahan, sementara para penganutnya sangat kesulitan memenuhi kehidupannya.
Buku-buku karya Khalil Gibran. Dok: WorthPoint
Salah satu bagian dari kehidupan Gibran yang menjadi inspirasi dari karya-karyanya adalah kisah cintanya bersama dua wanita, yaitu Mary Hasekell dan May Zaidah. Mary Hasekell adalah wanita berkebangsaan Amerika yang 10 tahun lebih tua darinya dan sangat memengaruhi karir Gibran sebagai penyair dan pelukis. Mary Hasekell pun diketahui sebagai satu-satunya wanita yang secara resmi dipinang oleh Gibran, namun menolak karena berbagai macam pertimbangan.
Sedangkan May Zaidah merupakan seorang penyair Arab kelahiran Nazareth tahun 1908, yang menjalin hubungan cinta bersama Gibran melalui surat-menyurat hingga akhir hayatnya. Kisah cinta keduanya sering dijadikan contoh cinta platonis sejati. Surat-surat percakapan mereka yang sudah banyak dipublikasikan menggambarkan sebuah kisah yang sangat hebat dari dua orang penyair yang tidak pernah saling bertemu, bahkan Khalil Gibran tidak mengetahui bagaimana wajah dari May Zaidah.
ADVERTISEMENT
Pada tanggal 10 April 1931, Gibran meninggal dunia saat berusia 48 tahun. Tubuhnya memang telah lama digerogoti sirosis hati dan tuberkulosis, namun ia terus menolak untuk dirawat di rumah sakit. Pada pagi hari terakhir itu, dia dibawa ke St. Vincent's Hospital di Greenwich Village.
Memorial Khalil Gibran. Dok: Wikimedia Commons.
***
Referensi: