Konten dari Pengguna

Musik Masa Kolonial (Bagian II)

Potongan Nostalgia
#PotonganNostalgia || Mari bernostalgia! Menjelajah apa yang sudah mulai terlupakan, atau bahkan belum sempat diingat
30 April 2017 23:53 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Teruntuk itu di Inggris sering kali dibuka Sekolah Wanita yang dilengkapi dengan pendidikan musik
ADVERTISEMENT
Tak jarang pula lowongan kerja di surat kabar JJG tertampil untuk pemusik professional yang diutamakan bagi pemimpin orkes guna melatih, menyutradai, dan menulis komposisi untuk ditampilkan saat orkes, contohnya The His Majesty 14th Regiment di Semarang.
Adapun contoh lain yakni Mozart dan Deethoven yang berusaha melepaskan diri dari kungkungan istana yang sama halnya terjadi di Jawa bagi para komponis amatir yang mengarang lagu dan merangkap sebagai penyanyi
Kehidupan musik koloni di Hindia Belanda pun didukung dengan ketersediaan instrumen partitur – partitur musik yang diperdagangkan di pasar bebas. Mengingat banjirnya para komponis di Hindia Belanda, penjualan partitur musik menjadi menjadi usaha wiraswasta yang menarik di samping penjualan barang – barang mewah yang menghiasai pasar bebas
ADVERTISEMENT
Partitur – partitur musik salah satunya instrumen piano semakin naik ke permukaan dan menjadi buah booming tanpa terkecuali di Jawa. Demikian adanya euforia Eropa yang menjadikan instrumen piano sebagai simbol status masyarakat baik kelas atas hingga menengah
Tempo, Mei 1993
Sumber foto : https://pixabay.com