Konten dari Pengguna

Penemuan Hormon Kortison sebagai ‘Obat Ajaib’ dalam Dunia Medis

Potongan Nostalgia
#PotonganNostalgia || Mari bernostalgia! Menjelajah apa yang sudah mulai terlupakan, atau bahkan belum sempat diingat
28 Juni 2021 17:51 WIB
·
waktu baca 2 menit
clock
Diperbarui 13 Agustus 2021 13:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pengujian hormon kortison. | Wikimedia Commons
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pengujian hormon kortison. | Wikimedia Commons
ADVERTISEMENT
Kortison adalah hormon yang dibuat dari kolesterol di lapisan luar kelenjar adrenal. Kortison memiliki banyak fungsi, salah satunya memecahkan karbohidrat. Jika kelenjar adrenal tidak dapat membuat kortison, maka pada pasies yang mengidap penyakit tertentu, seperti penyakit Addison, penderita akan meninggal dunia.
ADVERTISEMENT
Selama Perang Dunia II berlangsung, para ilmuwan sangat tertarik untuk melakukan penelitian terhadap Kortison. Mereka memercayai bahwa Kortison dapat membantu meringankan kelelahan dan stres. Namun, tantangan terbesarnya adalah kortison tidak dapat otomatis dihasilkan dalam jumlah yang besar.
Sampai pada 1944, menjelang akhir perang, ahli kimia Amerika, Lewis Sarett, berhasil membuktikan bahwa penambahan kortison dapat dilakukan dengan menggunakan empedu sapi. Namun, penemuannya itu sudah sangat terlambat untuk membantu kebutuhan perang.
Melihat keberhasilan Sarett tersebut, ahli biokimia Amerika, Philip Showalter Hench (1896-1965), dan rekannya Erdward Calvin Kendall (1886-1972), mulai menyelidiki kemungkinan penggunaan kortison untuk keperluan medis.
Pada 21 September 1948, Hench melakukan percobaan kortison terhadap manusia, di mana ia memberikannya kepada seorang wanita berumur 20 tahun penderita penyakit artritis–istilah umum untuk penyakit yang menyerang jaringan ikat, terutama pada persendian–yang menyebabkan aktivitasnya terganggu karena rasa nyeri.
Philip Hench (kiri), Reggie Lightwood (tengah), and Eric Bywaters (kanan). | Oxford Library
Hanya dalam waktu empat hari, kortison yang diberikan Hench bereaksi dan wanita itu dapat bergerak tanpa rasa nyeri. Berkat keberhasilannya itu, Hench dan Kendall besama-sama dengan ahli kimia, Tadeus Reichstein, menerima Hadiah Nobel pada 1950.
ADVERTISEMENT
Walau pada awalnya kortison dianggap sebagai 'obat ajaib', tetapi akhirnya diketahui bahwa hormon itu hanya menghilangkan rasa nyeri, tidak menyembuhkan, ataupun tidak memperlambat progresivitas penyakit.
Selain itu, efek samping kortison akan terlihat untuk jangka waktu yang lama. Beberapa pasien mengalami tekanan darah tinggi dan diabetes, sehingga penggunaan kortison harus benar-benar dijaga.
Struktur kortison. | Wikimedia Commons
Meski demikian, kemampuan kortison untuk mengurangi inflamasi membuat kortison sangat berguna untuk mengobati asma, lupus, penyakit hodgkin, artritis, alergi, dan berbagai penyakit kulit.
Belakangan diketahui kortison juga berguna bagi transplantasi organ. Dokter berhasil menemukan bahwa kortison dapat menurunkan reaksi kekebalan tubuh, sehingga dapat digunakan untuk mencegah penolakan organ donor.
***
Referensi: