Konten dari Pengguna

Penyakit Scurvy, Musuh Besar Para Pelaut Abad Pertengahan

Potongan Nostalgia
#PotonganNostalgia || Mari bernostalgia! Menjelajah apa yang sudah mulai terlupakan, atau bahkan belum sempat diingat
2 Juli 2021 19:25 WIB
·
waktu baca 3 menit
clock
Diperbarui 13 Agustus 2021 13:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi wabah scurvy. | Wikimedia Commons
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi wabah scurvy. | Wikimedia Commons
ADVERTISEMENT
Scurvy, yang dahulu dikenal sebagai “the plague of the seas” atau "wabah laut", merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan vitamin C. Sebelum abad ke-18, scurvy menyebabkan masalah yang besar, terutama bagi para pelaut dan penjelajah, yang banyak menghabiskan waktunya di lautan.
ADVERTISEMENT
Penyakit ini menyebabkan penderitanya mengalami pendarahan, gigi goyang, anemia, dan pendarahan gusi. Anemia terjadi karena darah kekurangan zat besi, sehingga kemampuan sel darah merah untuk membawa oksigen ke seluruh tubuh akan berkurang. Oleh karena alasan itulah, kasus scurvy yang berat dapat menyebabkan kematian.
Selama berada dalam pelayaran, para pelaut biasanya membawa bahan makanan yang tidak cepat busuk, seperti hewan yang masih hidup, agar didapatkan daging yang segar. Namun, tubuh manusia membutuhkan asupan makanan lain yang mengandung karbohidrat, protein, lemak, garam mineral, dan lain sebagainya, agar tetap seimbang.
Kurangnya bahan makanan, seperti buah-buahan dan sayur-sayuran, yang tidak akan bertahan sampai perjalanan selesai dilakukan, menjadi penyebab para pelaut rentan terkena penyakit scurvy.
ADVERTISEMENT
Pada 1601, nakhoda Inggris, Sir James Lancaster (1554-1618), menulis dalam catatan perjalanannya bahwa pencegahan penyakit inidapat dilakukan dengan meminum jus lemon, selain obat-obatan lain yang dapat diberikan di dalam kapal.
Pada 1753, James Lind (1716-1794), seorang ahli bedah Angkatan Laut Skotlandia, melakukan percobaan menggunakan beberapa jenis tanaman, yang menurutnya dapat menjadi alternatif pengobatan scurvy.
Ilustrasi kematian oleh penyakit scurvy. | Wikimedia Commons
James Lind melakukan percobaan terhadap 12 orang penderita scurvy yang berada di kapal HMS, Salisbury. Seluruh penderita diberikan obat-obatan berbeda, yang telah diracik oleh Lind.
Hasilnya, ia menemukan bahwa sari buah apel, biji pala, air laut, cuka; dan campuran bawang putih, mustard, dan getah rumput liar, tidak berhasil menyembuhkan scurvy.
Namun, dua penderita scurvy yang diberi dua buah jeruk dan sebuah lemon setiap hari memperlihatkan tanda-tanda kesembuhan, dan tubuhnya berangsur-angsur pulih setelah beberapa hari istirahat.
ADVERTISEMENT
Pada 1754, James Lind mempublikasikan penemuannya itu, lalu menyarankan penggunaannya pada semua pelaut. Pada 1770-an, James Cook, Kapten Angkatan Laut Inggris yang sangat terkenal, mengikuti gagasan Lind ketika melakukan pelayaran.
James Cook memberikan seluruh awak kapalnya ramuan temuan Lind tersebut selama perjalanan di laut. Diketahui, hanya satu orang awak kapal Cook yang meninggal akibat penyakit scurvy karena kondisinya yang sudah tidak tertolong.
Ilustrasi penyakit scurvy yang menghantui para pelaut. | Wikimedia Commons
Pada 1795, armada laut Inggris yang berangkat menuju Madras, India, pun membawa perbekalan lemon yang sangat banyak. Setelah melakukan perjalanan laut selama 23 minggu, hanya satu orang saja yang menderita scurvy, itupun dengan kondisi yang cukup baik. Sejak saat itu, para pelaut Inggris selalu membawa lemon dalam setiap perjalananya, hingga akhirnya mendapat sebutan “Limeys”.
ADVERTISEMENT
Walaupun temuan Lind itu berhasil mengobati scurvy, yang penyebab utamanya adalah kekurangan Vitamin C, tetapi unsur penting dalam buah jeruk tersebut baru diketahui setelah tahun 1920. Jadi, Lind hanya melakukan percobaan secara acak tanpa mengetahui kandungan Vitamin C di dalam jeruk dan lemon.
***
Referensi: