Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Peradaban Neolitikum Masyarakat Mentawai
13 Januari 2018 22:16 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:19 WIB
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Foto : pixanews.com
Perilaku dan kebudayaan mereka masih meneruskan sisa-sisa masa neolitikum.
ADVERTISEMENT
Kepulauan Mentawai merupakan bagian dari Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat. Kepulauan Mentawai merupakan gugusan pulau yang terdiri dari puluhan pulau, dan empat pulau terbesar di Kepulauan Mentawai adalah Pulau Siberut, Pulau Sipora, Pulau Sikakap, dan Pulau Padai Utara dan Padai Selatan. Luas keempat pulau tersebut diperkirakan 7.000 km² dengan jumlah penduduk 67.322 orang. Sebelah utara Kepulauan Mentawai dibatasi oleh Pulau Nias, Sumatera Utara, di sebelah selatan dibatasi oleh Pulau Enggano, Provinsi Bengkulu, sebelah timur dibatasi oleh Sumatera Barat, dan di sebelah barat dibatasi oleh Samudera.
Masyarakat suku Mentawai oleh pemerintah Indonesia dikelompokkan ke dalam kategori masyarakat suku terasing yang masih tradisional. Hal itu sama dengan suku-suku yang tersebar di 17 provinsi di Indonesia, yaitu Aceh, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, Bengkulu, Jawa Barat Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Irian Jaya.
ADVERTISEMENT
Masyarakat suku Mentawai yang menghuni Pulau Siberut sebagian besar masih melaksanakan tradisi budaya masa lampau dalam aktifitas sehari-harinya. Dari jumlah penduduk 24.566 jiwa suku mentawai, sebagian besar diantaranya oleh pemerintah dikategorikan sebagai masyarakat suku terasing. Hal itu dikarenakan perilaku mereka yang masih meneruskan sisa-sisa masa neolitikum, yang ditandai dengan perubahan dalam kehidupan manusia dari pengumpul makanan (food gathering) menjadi manusia pengolah ladang ifood producing). Menurut van Heekeren, seorang ahli analisis prasejarah Indonesia berkebangsaan Belanda, kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat Suku Mentawai sudah dilakukan kira-kira selama 1000 tahun. Di samping melakukan kegiatan pertanian, masyarakat memelihara anjing, babi, dan ayam.
Kesenian Suku Mentawai dianggap memiliki nilai sakral dalam kepercayaan yang menjadi suatu kesatuan dengan alam pikiran yang dipercayai oleh masyarakat. Seni yang hidup di Kepulauan Mentawai, khususnya Pulau Siberut, merupakan penerusan dari seni masa prasejarah neolitikum. Seni lainnya yang berkembang di masyarakat adalah Tari Burung yang masih berlangsung sampai sekarang. Tari itu dibawa bangsa Proto Melayu yang berimigrasi dari kawasan lndocina ke Indonesia sejak tahun 1500 SM sampai dengan 500 SM. Seni masa neolitikum ini masih mereka pertahankan dan laksanakan secara turun-temurun.
ADVERTISEMENT
Masyarakat suku Mentawai yang dikategorikan sebagai masyarakat terasing, umumnya tidak dapat membaca dan menulis serta hidup dalam kerterbelakangan budaya. Penyebab ketertinggalan mereka akan bahasa adalah tidak adanya perhatian sejak masa pendudukan Belanda.
Kepercayaan asli masyarakat Mentawai adalah Arat Sabulungan, tetapi pemerintah menginginkan penduduk asli Mentawai memilih agama yang resmi diakui oleh pemerintah sehingga banyak masyarakat yang memilih untuk tidak berhubungan dengan pemerintah Indonesia mengenai hal kepercayaan mereka.
Sastra lisan yang menggunakan bahasa Mentawai adalah pasikat dan cerita rakyat. Kedua jenis sastra lisan ini sangat populer dan digemari oleh masyarakat Mentawai. Di antara cerita-cerita rakyat yang terkenal adalah Pomumuan, Simacurak, dan Pomumuan Si Toulu-Toulu, Sipasutjak Lalep, Sipulak-lak. Selain itu,dalam masyarakat Mentawai terdapat sastra lisan berupa jampi-jampi, mantra, dan lain-lain. Mantra dan jampi-jampi hanya diajarkan kepada orang-orang tertentu yang belajar secara khusus.Sumber : Yarni Munaf, dkk. 2001. Kajian Semiotik dan Mitologis Terhadap Tato Masyarakat Tradisional Kepulauan Mentawai. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.
ADVERTISEMENT