Perang Peloponnesia, Runtuhnya Arogansi Bangsa Athena

Potongan Nostalgia
#PotonganNostalgia || Mari bernostalgia! Menjelajah apa yang sudah mulai terlupakan, atau bahkan belum sempat diingat
Konten dari Pengguna
17 Juli 2021 21:01 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Perang Peloponnesia. | Wikimedia Commons
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Perang Peloponnesia. | Wikimedia Commons
ADVERTISEMENT
Kesuksesan pasukan Athena memukul mundur bangsa Persia dari wilayah Yunani membuat mereka merasa lebih unggul dibandingkan bangsa Yunani lainnya. Selama 50 tahun pascakesuksesannya mengalahkan orang-orang Persia di Marathon, Salamis, dan Platea, bangsa Athena mengikrarkan dirinya sebagai kekuatan terbesar Yunani, yang bahkan mengungguli pasukan Sparta.
ADVERTISEMENT
Orang-orang Athena kemudian membangun sebuah kerajaan di Laut Aegea, sebagai basis dari kekuatan angkatan laut mereka. Sejumlah pulau kecil yang berada di sekitar Aegea diwajibkan untuk membayar pajak yang cukup tinggi kepada Athena. Hal itu dilakukan untuk mempertahankan status pulau-pulau kecil itu dalam Liga Delia, sebuah aliansi yang dibentuk untuk mengahalau kemungkinan serangan balasan dari Persia.
Ilustrasi Perang Peloponnesia. | Wikimedia Commons
Peraturan pajak yang diterapkan oleh Athena tidak sepenuhnya mendapat persetujuan dari masyarakat yang tinggal di pulau-pulau itu. Salah satunya adalah pulau Melos yang menolak untuk membayar pajak kepada Athena.
Sebagai konsekuensi dari penolakan itu, bangsa Athena melakukan serangan terhadap pulau Melos, menangkap penduduknya dan menjual mereka sebagai budak.
Bangsa Sparta yang tinggal di bagian selatan Yunani muncul sebagai satu-satunya penantang terbesar orang-orang Athena. Para prajurit Sparta terkenal sangat tangguh di medan perang dan menjadi kekuatan terbesar pasukan Yunani di darat.
ADVERTISEMENT
Setelah serangkaian perselisihan antara Sparta dan Athena dilakukan melalui jalur diplomatik, mereka akhirnya memutuskan untuk mengakhirinya dengan cara berperang. Perang keduanya menjadi awal dari periode Perang Peloponnesia yang panjang dan sengit.
Pasukan Athena yang dipimpin oleh Pericles, mencoba mengindari berhadapan langsung dengan pasukan Sparta secara terbuka. Mereka sangat yakin bahwa hal itu hanya akan menguntungkan pasukan Sparta, yang memiliki kemampuan bertarung sangat baik secara individu.
Pericles, pemimpin Athena. | Wikimedia Commons
Pasukan Athena membiarkan musuhnya itu untuk menguasai wilayah pertanian di sekitar Athena, sementara mereka berlindung di balik tembok kota. Pericles kemudian mengirimkan pasukan lautnya untuk menyerang pasukan Sparta dari laut.
Strategi itu terbukti berhasil untuk tahun-tahun pertama berlangsungnya perang. Namun terjadi sebuah wabah penyakit yang tiba-tiba menyerang wilayah Athena. Wabah itu membunuh sebagian besar pasukan terbaik Athena, termasuk Pericles. Perang akhirnya berlanjut dengan keuntungan di pihak Sparta.
ADVERTISEMENT
Bangsa Athena semakin terdesak setelah pasukannya gagal menduduki wilayah kota Syracuse, Sisilia, yang merupakan sekutu Sparta. Mereka kehilangan banyak sumber daya manusia dan menghabiskan uang yang sangat besar untuk kebutuhan perang.
Sementara itu, pasukan Sparta berhasil mengembangkan kekuatan laut mereka setelah mendapat bantuan dari orang-orang Persia. Pasukan laut Sparta menjadi ancaman bagi pasokan makanan orang-orang Athena yang dibawa melalui Laut Hitam. Athena lalu mengirimkan angkatan lautnya untuk menghalau pasukan laut Sparta yang sangat mengancam persediaan makanan mereka.
Ilustrasi Perang Peloponnesia. | Wikimedia Commons
Sparta berhasil mengalahkan pasukan Athena dalam Perang Aegospotami pada 404 SM. Perang itu berhasil mengakhiri rangkaian Perang Peloponnesia yang berlangsung cukup panjang.
Di bawah perjanjian perdamaian, Athena diminta untuk merobohkan tembok perlindungan kotanya, menyerahkan kekuatan maritimnya, dan membiarkan Sparta berkuasa di wilayah Yunani.
ADVERTISEMENT
Meskipun perang antara Sparta dan Athena telah selesai, tetapi negara kota Yunani lainnya tidak terlalu menyukai Sparta sebagaimana dahulu sikap mereka kepada Athena.
***
Referensi: