Konten dari Pengguna

Perang Prancis-Indocina, yang Mendandai Berakhirnya Kolonialisme Eropa

Potongan Nostalgia
#PotonganNostalgia || Mari bernostalgia! Menjelajah apa yang sudah mulai terlupakan, atau bahkan belum sempat diingat
28 Januari 2019 11:15 WIB
clock
Diperbarui 21 Maret 2019 0:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Perang antara Prancis dan sebagian bekas koloninya ini dimulai pada 1946, di mana dampaknya menyebabkan kecemasan dunia internasional karena mereka khawatir tindakan Prancis itu akan menyulut api perang yang telah susah payah dihentikan. Namun perang itu memberikan dampak psikologis yang luar biasa bagi rakyat Prancis. Perang telah meyakinkan banyak orang Prancis bahwa upaya mempertahankan daerah koloni di luar negeri merupakan sebuah kesia-siaan. Perang itu dilatarbelakangi oleh keinginan Prancis untuk mengulang kembali eksistensinya sebagai salah satu kekuatan kolonial penting, yang selama berabad-abad menguasai beberapa negara di dunia. Sebagian sejarawan bahkan meyakini bahwa Prancis telampau senang setelah terbebas dari pendudukan Nazi pada 1946, sehingga mereka mencoba menunjukkan diri dengan memulai pergerakan ke negara-negara di bawah mereka. Pada 1945, Jepang menarik mundur pasukannya dari wilayah Indocina. Segera setelah itu, rakyat mendeklarasikan berdirinya dua pemerintahan baru. Salah satunya Republik Demokrasi Vietnam yang diproklamasikan pada 2 September 1946, dengan Ho Chi Minh sebagai presiden pertamanya, dan Hanoi sebagai ibu kotanya. Merasa pemerintahan baru itu akan menghalangi pergerakannya, Prancis pun akhirnya membentuk pemerintahan sementara di bagian selatan Vietnam, di bawah pemerintahan Kaisar Bao Dai. Pada 19 Desember 1946, kekuatan Vietnam Utara meyerang sebuah kamp milik Prancis di dekat Hanoi. Serangan itu pun menjadi penyulut rangkaian perang selama tujuh tahun berikutnya. Prancis yang merasa dirugikan, menolak untuk melakukan kompromi apapun dengan pemerintahan Vietnam Utara. Prancis pun segera mendapat dukungan, walau setengah hati, dari Amerika Serikat atas berdirinya Negara Persatuan Vietnam, dengan ibu kotanya Saigon. Di bawah pimpinan Ho Chi Minh dan Jenderal Vo Nguyen Giap, Vietnam Utara melancarkan sebuah serangan di Muara Sungai Merah pada 1950. Namun upaya mengurangi kekuatan Prancis itu mengalami kegagalan. Antara tahun 1951 sampai 1953, pasukan Vitenam Utara melakukan sejumlah serangan gerilya, yang sangat mengganggu pasukan Prancis. Salah satu peristiwa penting, yang sangat melemahkan kedudukan Prancis terjadi ketika pihak Ho Chi Minh mengepung Dien Bien Phu di bagian barat laut Vietnam, sebuah kota yang menjadi salah satu basis kekuatan Prancis. Pengepungan di bawah pimpinan Jenderal Giap itu dilakukan sejak 13 Maret 1954 hingga 7 Mei 1954. Jenderal Giap membuat strategi dengan sangat baik, sehingga pasukannya dapat masuk dan menyerang wilayah kota yang dianggap memiliki pertahanan sangat kokoh tersebut. Sekalipun Prancis, dengan peralatan canggihnya, dapat melakukan perlawanan dan menghabisi banyak nyawa pasukan Vietnam, kegigihan serta jumlah yang sangat besar membuat pasukan Vietnam mampu menguasai kota tersebut. Prancis kemudian menyerah pada 7 Mei 1954, yang menjadi penanda berakhirnya kolonialisme Eropa. Sebuah perjanjian damai ditandatangani oleh kedua belah pihak pada Juli 1954. Pada perjanjian tersebut disepakati bahwa Vietnam akan dibagi menjadi dua wilayah, yaitu utara dan selatan, pada garis lintang ke-17. Sumber : Crompton, Samuel Willard. 2007. 100 Peperangan yang Berpengaruh di Dalam Sejarah Dunia. Tanggerang : Karisma Foto : commons.wikimedia.org
Perang Prancis-Indocina, yang Mendandai Berakhirnya Kolonialisme Eropa
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT