Periode Pemerintahan Dinasti Umayyah di Damaskus

Potongan Nostalgia
#PotonganNostalgia || Mari bernostalgia! Menjelajah apa yang sudah mulai terlupakan, atau bahkan belum sempat diingat
Konten dari Pengguna
18 Mei 2018 11:11 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi khalifah. (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi khalifah. (Foto: Pixabay)
ADVERTISEMENT
Sempat terjadi kekosongan pemerintahan kekhalifahan Islam setelah wafatnya salah satu khulafaur rasyidin, yaitu Ali bin Abi Thalib. Para petinggi pemerintahan di Madinah kemudian mengangkat Hasan bin Ali, yang merupakan keturunan dari Ali bin Abi Thalib, sebagai khalifah yang baru. Namun Hasan bin Ali merasa tidak siap untuk mengelola pemerintahan, sehingga ia menyerahkan jabatan itu kepada Muawiyah bin Abu Sofyan. Tujuan lain dari penyerahan kekuasaan itu adalah untuk mendamaikan dan mempersatukan seluruh golongan umat Muslim yang sempat terpecah-pecah.
ADVERTISEMENT
Dengan naiknya Muawiyah bin Abu Sofyan, maka dimulailah periode Dinasti Umayyah pada masa pemerintahan kekhalifahan Islam. Berbeda dengan beberapa masa kekhalifahan sebelumnya, Dinasti Umayyah kembali menyerukan misi perluasan wilayah. Langkah pertama yang diambil oleh Khalifah Umayyah dalam upaya perluasannya tersebut adalah dengan menguasai wilayah Tunisia. Kemudian berlanjut ke wilayah timur dengan menguasai Kota Kabul di Afghanistan. Beberapa sumber menyebutkan pasukan Dinasti Umayyah sempat beberapa kali melakukan serangan ke wilayah Konstantinopel.
Pada masa kekuasaan Abdul Malik bin Marwan (685 M–705 M), misi ekspansi Dinasti Umayyah masih tetap dilakukan. Pada periode ini, pasukan Dinasti Umayyah berhasil menyeberangi Sungai Oxus untuk menguasai wilayah Bukhara, Khwarezmia, Ferghana, dan Samarkand. Bahkan perjalanan penguasaan wilayah oleh pasukan Dinasti Umayyah itu dapat diteruskan hingga ke beberapa wilayah di kawasan India bagian barat. Para masa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan, bahasa Arab dijadikan sebagai bahasa resmi negara.
ADVERTISEMENT
Kekuasaan Dinasti Umayyah kemudian beralih kepada Al-Walid bin Abdul Malik, yang merupakan putra dari penguasa sebelumnya. Al-Walid bin Abdul Malik memegang kekuasaan tertinggi selama 10 tahun, yaitu sejak tahun 705 M sampai 715 M. Pada periode ini, kesejahteraan dan kebutuhan rakyat sangat diperhatikan oleh pemerintah. Ketika itu banyak dibangun rumah sakit, lembaga pendidikan, dan pengembangan berbagai karya seni Islam.
Secara umum, masa pemerintahan Al-Walid bin Abdul Malik dikenal sebagai masa kemakmuran dan ketertiban bagi rakyatnya. Pada periode ini pun Dinasti Umayyah berhasil melancarkan ekspedisi militer besar ke wilayah barat. Pada 711, ekspansi militer ini berhasil menaklukkan wilayah Algeria dan Maroko. Salah seorang jenderal paling ternama Dinasti Umayah, yakni Tariq bin Ziyad, berhasil memimpin pasukannya untuk menyeberangi Selat Gibraltar menuju daratan Eropa.
ADVERTISEMENT
Setelah berhasil mendarat di wilayah Andalusia, pasukan Dinasti Umayyah pimpinan Tariq bin Ziyad memfokuskan perhatiannya pada Kota Cordoba sebagai pusat Kerajaan Spanyol. Setelah Cordoba berhasil dikuasai, beberapa kota lain di Spanyol dapat dikuasai, seperti Toldeo dan Sevilla. Beberapa sumber menyebut, keberhasil pasukan Dinasti Umayyah dalam menaklukan Spanyol sedikit banyaknya disebabkan oleh dukungan masyarakat lokal yang merasa tertindas oleh pemerintaha Kerajaan Spanyol.
Pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Azis, Dinasti Umayyah kembali berusaha melebarkan kekuasaannya di Eropa Barat. Pasukan Dinasti Umayyah berusaha menyeberangi Pegunungan Pyrenia demi mencapai wilayah Prancis. Beberapa kota di wilayah Prancis sempat menerima serangan dari pasukan Dinasti Umayyah, di antaranya Poitiers, Bordeaux, dan Tours.
Namun pada pertempuran di Kota Tours, pemimpin pasukan Dinasti Umayyah gugur, akibatnya daya serang pasukan mulai menurun. Oleh karena itu pasukan Dinasti Umayyah pun ditarik mundur untuk kembali ke wilayah Spanyol.
ADVERTISEMENT
Setelah menguasai sebagian besar wilayah Andalusia, daerah kekuasaan Dinasti Umayyah di wilayah Eropa Barat telah benar-benar berkembang pesat. Wilayah Dinasti Umayyah ketika itu meliputi, Kirgistan, Uzbekistan, Turkmenistan, Pakistan, Afghanistan, Persia, Irak, Arab, Palestina, Syria, Afrika Utara, Spanyol, dan beberapa wilayah di Asia Kecil.
Setelah pemerintaha Umar bin Abdul Azis, tampuk kepemimpinan Dinasti Umayyah berlanjut kepada Yazid bin Abdul Malik, yang berkuasa sejak tahun 720 M sampai 724 M. Pada periode ini, Dinasti Umayyah mendapat berbagai cobaan politik yang cukup mempengaruhi kemajuan yang telah dicapai oleh beberapa penguasa sebelumnya.
Banyak masyarakat yang tidak senang dengan pemerintaha Yazid bin Abdul Malik karena merasa lebih mementingkan kemewahan dibandingkan kesejahteraan rakyat. Beberapa kelompok yang anti terhadap Dinasti Umayyah mulai mendapat dukungan dari sejumlah masyarakat. Konflik bermunculan di kalangan masyarakat yang menjurus kepada perang saudara di wilayah kekuasaan Dinasti Umayyah.
ADVERTISEMENT
Pemerintahan Dinasti Umayyah kemudian digantikan oleh Hisyam bin Abdul Malik, setelah Yazid bin Abdul Malik meninggal akibat penyakit tuberkolusis. Beberapa pendapat mengatakan, Hisyam bin Abdul Malik adalah pemimpin yang cakap dan dapat memimpin Dinasti Umayyah dengan baik. Namun pada periode kekuasaanya ini, kelompok-kelompok yang bertentangan dengan Dinasti Umayyah sudah terlanjur berkembang pesat, oleh karena itu hingga akhir masa pemerintahannya, ia tidak sanggup mengatasi banyaknya pemberontakan itu.
Pemimpin terakhir yang menjabat pada pemerintahan Dinasti Umayyah adalah Marwan bin Muhammad. Pada 750, pusat kekuasaan Dinasti Umayyah di Damaskus berhasil digulingkan oleh pemberontakan yang dilakukan pasukan Dinasti Abbasiyah. Dengan demikian pemerintahan Dinasti Umayyah di jazirah Arab dan kawasan timur dapat dinyatakan berakhir.
Sumber: Alvarendra, H. Kenzou. 2017. Buku Babon Sejarah Dunia. Yogyakarta: Brilliant Book
ADVERTISEMENT