Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.91.0
Konten dari Pengguna
Perjalanan Mencari Bentuk Wayang
16 Januari 2018 18:19 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:12 WIB
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sebelum masuknya Islam ke Indonesia, wayang sudah menjadi bagian dari kebudayaan masa Hindu-Budha. Wayang pertama kali dibuat pada 939 M oleh Jayabaya yang ingin menggambarkan sosok dari para leluhurnya. Gambaran yang dibuatnya kemudian dimainkan oleh seorang dalang dalam sebuah pertunjukan dengan mengangkat sebuah cerita.
ADVERTISEMENT
Memasuki tahun 1515 ketika agama Islam berkembang di Pulau Jawa, Raden Patah, Sultan Demak melakukan perubahan pada bentuk wayang dan pertunjukannya. Perubahan dilakukan untuk menyesuaikan bentuk dan cerita dari wayang agar sesuai dengan ajaran agama Islam. Raden Patah dibantu oleh Sunan Giri dalam membentuk tokoh wanara (kera) di sekeliling tokoh Rama dalam cerita Ramayana, Sunan Bonang yang menghadirkan tokoh fauna, seperti kuda, gajah, garuda, dan lain sebagainya, Sunan Kalijaga yang menghadirkan kelir (layar), gebog, dan balincong (lentera) untuk pencahayaan. Raden Patah selain mengubah gambar tokoh pewayangan, juga menciptakan gunungan dan janturan, atau tempat menancapkan wayang di samping dalang. Sejak itulah dikenal dengan pertunjukan wayang kulit di Jawa.
Ketika masa Ratu Tunggul dari Kesultanan Demak pada 1556, wayang mulai dihadirkan dengan bentuk karakternya masing-masing. Penambahan seperti Jamang (Baju), samping (kain penutup bagian bawah), kalung, anting-anting, hiasan pada bahu, koroncong (kalung panjang), serta gelung (rambut), diberikan pada tiap wayang dengan bentuk yang berbeda, seperti pada tokoh pendeta, raja, pengawal, hingga raksasa.
ADVERTISEMENT
Selain membantu menghadirkan wayang bersama Raden Patah, Sunan Giri pada 1563 menciptakan wayang gedog dan cerita-ceritanya diambil dari buku-buku kisah Panji. Kemudian pada 1583, Sunan Kudus membuat wayang dengan bahan dasar kayu, yang kemudian dikenal dengan nama wayang golek.
Wayang golek awalnya tidak berbentuk tiga dimensi seperti sekarang ini, bentuknya pipih yang hanya menampilkan setengah bagian badannya saja. Munculnya wayang golek dengan bentuk tiga dimensi diperkirakan terjadi karena adanya hubungan dengan wayang cepak di Cirebon. Wayang Golek tiga dimensi muncul dari gagasan Dalem Karang Anyar pada 1840 dengan Ki Darman, seorang pembuat wayang kulit asal Tegal yang tinggal di Kota Bandung.
Sumber : Nina Herlina Lubis, dkk. 2015. Sekarah Kebudayaan Sunda. Bandung : Yayasan Masyarakat Sejarawan Indonesia Cabang Jawa Barat.
ADVERTISEMENT