Konten dari Pengguna

Permen Jahe: Cemilan Penghangat Favorit Orang Eropa

Potongan Nostalgia
#PotonganNostalgia || Mari bernostalgia! Menjelajah apa yang sudah mulai terlupakan, atau bahkan belum sempat diingat
27 Agustus 2017 12:20 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:19 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Masih santer dalam ingatan, dulu ketika masih duduk di Sekolah Dasar, selalu ada yang spesial, diantara deretan permen-permen berwarna warni, di bungkus dengan kertas warna putih, katanya itu permen bagus buat tenggorokan, karena dapat menghangatkan.
ADVERTISEMENT
Sebagai anak kelahiran 90-an, permen itu selalu khas dan memiliki memori tersendiri, permen yang dapat menghangatkan tenggorokan di kala dingin itu juga selalu menjadi permen favorit, dengan rasa sedikit pedas, tapi ditaburi gula, sehingga rasanya bercampur pedas-hangat dan manis.
Permen itu biasa disebut permen jahe. Meski sebenarnya sulit juga mengulik bagaimana permen ini diciptakan dahulu kala, tapi dalam beberapa catatan ada sedikit petunjuk mengenai permen jahe ini.
Permen jahe termasuk kedalam kelompok makanan gula- gula. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia kata gula-gula berarti macam-macam penganan atau manisan dari gula. sedangkan dalam bahasa Inggris istilah yang tepat untuk ini adalah confectionary. Dalam bahasa Belanda disebut bonbon.
Dalam perkembangannya, permen jahe memang merupakan permen yang tergolong kuno. Hal ini tercatat dalam buku Island of Java karya John Joseph Stockdale, yang menyebutkan, pada 1778 Belanda mengirim sebanyak 10.000 pon (atau sekitar 5.000 kilogram) produk yang disebut candied ginger dari Batavia ke Eropa. Makanan ini digemari di Eropa karena menyembuhkan kembung atau dalam istilah ilmiah disebut flatulensi.
ADVERTISEMENT
Istilah permen sendiri, diduga muncul dari kata peppermint, yang merupakan senyawa aromatik yang berasal dari daun tanaman adas atau tanaman peppermint, yang biasanya digunakan untuk memberi rasa pada makanan. Sama seperti orang sunda yang sulit mengucapkan huruf f dan v, permen juga bisa dikatakan pelesetan dari peppermint yang sulit diucapkan masyarakat Jawa.
Keberadaan permen ini tidak terlepas dari banyaknya pabrik gula di Nusantara pada masa kolonial, bahkan dalam novelnya Pramoedya Anantatoer, 'Anak Semua Bangsa', banyak menceritakan mengenai cerita-cerita pabrik gula besutan pemerintah kolonial. Tak ayal, gula merupakan salah satu komoditi primer yang dikirim ke Eropa.
Pabrik gula pertama berada di Batavia pada 1700-an. Pada tahun 1710 tercatat 131 penggilingan tebu di Batavia. Hanya dalam jangka waktu beberapa tahun kemudian, pabrik gula dan pekebunan sudah banyak ditemukan di berbagai daerah di pulau Jawa.
ADVERTISEMENT
Ada tiga kategori gula berdasarkan tingkat keputihannya. Gula kualitas pertama yang paling putih diekspor ke Eropa. Kualitas yang kedua dikirim ke India Barat (yang dimaksud adalah bagian barat India), dan kualitas ketiga atau yang paling coklat dikirim ke Jepang. Di antara produk yang diekspor itulah terdapat permen jahe alias candied ginger.
Menurut Radius, dikutip dalam buku Handoko yang berjudul 'Atoerannnja Membikin Permen: Kembang Goela' (1936) mengatakan, “Boekoe-boekoe dalem bahasa Melajoe jang sanggoep menjokoepi itoe keinginan, toroet taoe kita sampe sekarang belon ada,” sehingga diduga teknologi permen dibawa oleh orang Belanda.
Permen bisa dikatakan menjadi salah satu cemilan yang sudah menjadi kebiasaan di Eropa, mengingat Eropa yang dingin, tak aneh bila permen Jahe yang manis, serta pedas menghangatkan digemari oleh orang Eropa. Gula sebagai bahan baku utamanya mungkin juga bisa sangat sulit ditemukan di Eropa, sehingga permen jahe, dibuat dan diproduksi di Nusantara ketika pabrik gula sudah menjamur, kemudian diekspor ke Eropa.
ADVERTISEMENT
foto : food.idntimes.com