Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.91.0
Konten dari Pengguna
Ranavalona I, Ratu Sadis dari Madagaskar
16 Februari 2021 18:36 WIB
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ranavalona I, Ratu Madagaskar, sebenarnya berasal dari keluarga biasa-biasa saja, Ranavalona I lahir pada tahun 1788 dengan nama Ramavo.
ADVERTISEMENT
Suatu ketika, ayahnya mengetahui rencana pembunuhan calon raja yang bernama Andrianampoinimerina, Ramavo membocorkan rencana itu kepada majikannya. Dengan begitu rencana pembunuhan tersebut gagal dan sebagai ucapan terimakasih, Andrianampoinimerina mengadopsi Ramavo sebagai putrinya sendiri. Selain itu, ia mengatur agar Romavi menikahi putranya, Radama.
Dengan demikian, ketika Radama menaiki tahta kerajaan, Ranavalona menjadi istri pertama dari dua belas istri yang dimiliki sang Raja. Dalam posisi tersebut, anak-anaknya lah yang berhak menjadi pewaris takhta kerjaaan.
Namun, sayangnya Radama dan Ranavalona tidak pernah menghasilkan keturunan, dan bertambah buruk ketika Raja Radama I meninggal karena penyakit sifilis.
Menurut aturan kerajaan, pewaris takhta yang berhak adalah Pangeran Rakotobe yang merupakan keponakan Radama, namun tradisi Malagasi tetap menganggap jika Ranavalona mempunyai keturunan meski bukan keturunan Radama, tetaplah dapat mewarisi takhta kerajaan.
Ranavalona yang menjunjung tinggi tradisi lokal mendapat banyak dukungan dari para rakyatnya. Terlebih, Ranavalona juga mampu mengumpulkan kekuatan militer yang cukup untuk mempertahankan istana setelah kematian Radama.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, Ranavalona pun dinobatkan menjadi Ratu pada 12 Juni 1829, menggantikan suaminya. Setelah berkuasa, tindakan pertama yang dilakukannya ialah membunuh Rakotobe dan ibunya, bersama dengan banyak pengikut dan kerabatnya.
Cara Ranavalona menjalankan kepemerintahan Madagaskar terbilang brutal, Ranavalona berusaha mempertahankan nilai-nilai tradisional dan mengindahkan hampir semua kebijakan yang semula suaminya buat.
Dia mengusir para misionaris dari Madagaskar, menghentikan perjanjian perdagangan dengan Perancis dan Inggris, serta memberontak melawan serangan angkatan laut Prancis.
Sebagai hukuman untuk warganya yang dinilai memberontak, warga tersebut mengharuskan memakan kulit ayam dan tanaman kacang. Tentu saja, memakan tanaman kacang tersebut akan membuat seiapa saja muntah.
Suatu ketika, kekasih Ranavalona ketahuan berselingkuh dan menolak melakukan hukuman, sehingga sang kekasih dibunuh dengan cara ditusuk lehernya.
ADVERTISEMENT
Setelah pertempuran melawan Prancis dan Inggris, Ranavalona memamerkan 21 kepala warga Eropa yang ia pajang di ujung tombak untuk memperingatkan semua musuh-musuhnya. Konon, pertempuran tersebut beruntung dapat dimenangkan oleh pasukan Ranavalona karena banyak orang Eropa saat itu yang terserang wabah malaria.
Dalam kerajaannya, Ranavalona melarang praktik kekristenan yang didukung saat pemerintahan suaminya. Pada tahun 1835, dia mengatakan bahwa dia menghormati kebebasan beragama orang asing, tapi tidak untuk rakyatnya dan menghukum mati siapapun yang melanggar aturan tersebut.
Banyak orang Kristen asing yang melarikan diri, meninggalkan tanggung jawab mereka untuk membayar denda. Pada suatu ketika, Ranavalona memerintahkan agar lima belas pemimpin Kristen dieksekusi.
Ranavalona juga mengorbankan 10.000 nyawa penduduknya untuk membangun jalan dengan hanya dibekali sedikit persediaan makanan. Korban tewas atas kebrutalan Ranavalona tidak berhenti seiring kematiannya.
Pada pemakamannya tahun 1861, satu barel mesiu secara tak sengaja menyala dan meledak hingga menewaskan beberapa tamu pemakaman.
ADVERTISEMENT
***
Referensi: