Razia Rambut Gondrong! Mentalitas Orde Baru yang Masih Tertinggal?

Potongan Nostalgia
#PotonganNostalgia || Mari bernostalgia! Menjelajah apa yang sudah mulai terlupakan, atau bahkan belum sempat diingat
Konten dari Pengguna
23 Oktober 2017 18:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
isu rambut gondrong bukan lagi masalah remeh temeh
Ketika masih duduk di bangku sekolah dulu, para murid laki-laki dilarang berambut lebih dari bawah telinga. Alasannya anak sekolah tak boleh terlihat berantakan harus rapih. Tak jarang diadakan razia degan guru yang datang ke kelas, membawa gunting.
ADVERTISEMENT
Tidak berakhir di bangku sekolah, aturan rambut gondrong ini nyatanya masih juga diberlakukan di perguruan tinggi, contohnya saja di IPB yang ada di dalam keputusan rektor IPB No. 09/13/KM/2010 tentang tata tertib kehidupan kampus bagi mahasiswa di lingkungan IPB. Di poin 9 tertulis, “Untuk mahasiswa (pria) berambut panjang melewati batas alis mata di bagian depan, telinga di bagian samping atau menyentuh kerah baju di bagian leher atau menggunakan tatanan rambut yang tidak sesuai dengan kelaziman kehidupan kampus (tidak berwarna alami, dikuncir, bergaya punk atau kribo, dan gaya lain yang tidak sesuai)
Orang mungkin takkan sadar dengan adanya sebuah mentalitas tertinggal yang bisa saja hidup kekal hingga saat ini, tak ada yang salah menjadi lebih rapih dengan rambut pendek, namun ada apa dengan rambut gondrong segitu perlukah untuk di tertibkan?
ADVERTISEMENT
Sebuah wacana isu tentang rambut gondrong ini, bukan lagi menjadi hal baru, bukan juga hanya sebuah masalah remeh temeh, pada masa Orde Baru tepatnya sekitar tahun 1960-1970-an, ‘pembasmian’ mereka yang berambut gondrong tersebut menjadi sebuah pemasalahan yang serius ditangani pemerintah, bahkan sekelas tentara ikut campur tangan untuk merazia para ‘gondrongers’ kala itu.
Cap gondrong adalah kriminal disuarakan melalui media-media massa, televisi, dan film pada awal 1970-an. Film-film di masa itu, kerap menggambarkan penjahat dengan ciri khas berambut gondrong. Pemberitaan dan kartun di koran-koran pun menstigma, gondrong adalah penjahat.
Bahkan, dalam dunia hiburan, artis-artis berambut gondrong pun tak boleh masuk televisi. Sedang di ranah pendidikan, jika mahasiswa berambut gondrong bisa sampai tak boleh ikut sidang skripsi dan siswa tak boleh ikut ujian sekolah. Di Sumatra, melalui gubernurnya saat itu, Marah Halim, bahkan dibentuk Badan Koordinasi Pembrantasan Rambut Gondrong (Bakorpragon). Lebih parahnya lagi masyarakat pun tak boleh mengurus KTP, dalam keadaan berambut gondrong. Gondrong adalah masalah gawat bagi rezim Orba. (Fandy Hutari dalam Jurnalruang.com)
ADVERTISEMENT
Ketakutan Rezim Orde Baru tersebut juga terpengaruh oleh budaya Hippies dari Amerika yang menjunjung kebebasan individu ini identik dengan rambut panjang, perilaku seks bebas, penggunaan narkotika, dan busana 4/9 yang lebar dengan warna mencolok.
Pada masa Orde Baru, dimana bangsa ini sedang dalam proses pembangunan yang ‘gila-gilaan’, para penguasa merasa bahwa anak-anak muda pun perlu ditata. Mereka tak boleh berambut gondrong yang terlihat urakan, acuh tak acuh, dan menghancurkan citra pembangunan. Maka isu rambut gondrong pun dengan mudahnya menjadi isu nasional yang ditanggulangi secara serius. Para pemuda, yang pada masa Soekarno begitu terkenal dengan gagasan revolusionernya, ketika masuk Orde Baru harus mau ‘menurut’ dan ‘ditata’.
Stigma gondrong itu merupakan orang yang tidak baik, dan selalu dikaitkan dengan kriminalitas, serta urakan, ternyata menancap di dalam kepala, dan terdoktrin hingga kini. Meski saat ini, Indonesia menjadi lebih terbuka dan bebas, mampu mengkrucutkan stigma yang mengaitkan fisik, terumata model rambut sudah, akan tetapi tak dapat dipungkiri bahwa mentalitas macam tersebut masih tertinggal. (Fandy Hutari dalam Jurnalruang.com)
ADVERTISEMENT
Seperti yang diamini Aria Wiratma Yudhistira, penulis buku Dilarang Gondrong! Praktik Kekuasaan Orde Baru Terhadap Anak Muda Awal 1970-an bahwasanya stigma tersebut telah mencair dan hidup menjadi doktrin yang kuat dan kekal.
Tapi kalau di kampus penulis sih, gak ada larangan gondrong hehe!
Sumber :
Fandy Hutari dalam Jurnalruang.com Anak Muda Gondrong dan Orang Tua Orba. diakses pada 23 Oktober 2017
Indopress.com. Ausaf Ali Atthiyah. Wacana Rambut Gondrong dan Instabilitas Nasional. Diakses 23 Oktober 2017 14.37
foto : kompasiana