Konten dari Pengguna

Ritual Sati, Tradisi Para Janda Membakar Diri demi Kehormatan di India

Potongan Nostalgia
#PotonganNostalgia || Mari bernostalgia! Menjelajah apa yang sudah mulai terlupakan, atau bahkan belum sempat diingat
12 Februari 2021 19:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pemakaman di India. | Wikimedia Commons
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pemakaman di India. | Wikimedia Commons
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sati merupakan suatu ritual yang telah dipraktikkan sejak abad ke-17 dalam budaya Hindu yang kental di India. Para wanita yang ditinggal mati oleh suaminya akan berbaring di samping jasad sang suami untuk dibakar hidup-hidup bersama mayat sang suami.
ADVERTISEMENT
Menurut sejarahnya, ritual tradisi ini lazim dilakukan ketika perang antar kerajaan berlangsung, karena pada saat itu banyak korban para prajurit atau bahkan raja yang terbunuh. Sebagai harta sekaligus tawanan perang tentu saja istri dan selir-selirnya.
Para wanita tersebut akan dibawa untuk disetubuhi ramai-ramai dan hal tersebut tentu saja dianggap hal yang mencoreng harga diri seorang wanita. Maka, untuk menjaga kehormatan sebagai seorang wanita, mereka secara sukarela memilih untuk bunuh diri dengan membakar diri hidup-hidup.
Ilustrasi ritual Sati di India. | Wikimedia Commons
Lambat laun, tradisi Sati mulai pudar seiring dengan perkembangan zaman. Namun, tekanan sosial bagi para wanita yang ditinggal mati suaminya ini begitu besar sehingga mereka dari sukarela menjadi dipaksa melakukan ritual tersebut.
Bahkan, terkadang kadang jika wanita tersebut tidak mau membakar dirinya, anggota badan wanita tersebut akan dipatahkan agar tidak dapat kabur.
ADVERTISEMENT
Terkadang, para wanita tersebut akan melarikan diri dan berguling keluar dari tumpukan kayu bakar, namun akhirnya didorong kembali dengan tongkat bambu ke dalam kobaran api yang menyala.
Salah satu cerita terkenal tentang ritual ini adalah Angling Dharma dan istrinya, Setyawati. Setyawati yang merasa tersinggung dengan tingkah laku suaminya dan meragukan cinta dari Angling Dharma.
Menurut Setyawati, melakukan ritual Sati akan mengembalikan kehormatan dan harga dirinya sebagai perempuan. Setyawati lalu bersumpah untuk melakukan ritual Sati pada hari ke-14 saat malam bulan purnama tiba. Untuk membuktikan kesungguhan cintanya terhadap Setyawati, Angling Dharma memutuskan untuk menemani Setyawati dan mereka akan melakukan ritual tersebut bersama.
Ilustrasi ritual Sati di India. | Wikimedia Commons
Namun, Angling Dharma malah mengingkari janjinya dan tidak ikut terjun ke dalam api saat Setyawati telah luruh menjadi abu. Ritual ini juga terkadang dilakukan karena ingin membuktikan sesuatu yang benar.
ADVERTISEMENT
Di India, tradisi ini telah dilarang oleh pemerintah kolonial Inggris sejak tahun 1859. Namun, ritual ini masih dipraktikkan secara sembunyi-sembunyi dibeberapa daerah bagian India.
Pemerintah India pun ikut melarang ritual tersebut dan akan menghukum siapapun yang memaksa para wanita untuk ikut dibakar bersama mayat suaminya.
Di Indonesia sendiri pernah mencatat peristiwa ritual Sati (di Indonesia disebut dengan Pati Obong) terbesar pada tahun 1691. Ketika Raja Blambangan, Pangeran Tawang Alun II meninggal dan akan dikremasi. Pangeran Tawang Alun II diketahui memiliki sekitar 400 istri. Dari 400 istri tersebut, sebanyak 270 di antaranya melakukan ritual Pati Obong dan ikut dibakar dalam upacara kremasi Pangeran Tawang Alun II.
Ilustrasi ritual Sati di India. | Wikimedia Commons
***
Referensi: