Robben Island, Simbol Kejamnya Demokrasi Afrika

Potongan Nostalgia
#PotonganNostalgia || Mari bernostalgia! Menjelajah apa yang sudah mulai terlupakan, atau bahkan belum sempat diingat
Konten dari Pengguna
8 Januari 2019 11:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Robben Island dikenal oleh masyarakat sebagai Pulau Pengucilan (An Island of Exiles) atau Lubang Neraka. Pulau ini menjadi saksi sejarah peradaban Afrika yang begitu kelam. Namun di sisi lain menjadi simbol perjuangan rakyat untuk terbebas dari penindasan dan rasisme.
ADVERTISEMENT
Selama masa pemerintahan apertheid, Robben Island dijadikan tempat untuk menghancurkan moral para tahanan politik yang menentang rezim penguasa di Afrika. Pulau ini juga berperan penting dalam kelahiran kembali demokrasi di Afrika Selatan.
Robben Island terletak di Teluk Table, 12 kilometer di lepas Pantai Cape Town, berupa dataran rendah berbatu seluas 475 hektar. Sejak abad ke-17 sampai abad ke-20, Robben Island digunakan sebagai tempat pembuangan, pengasingan, isloasi, dan penjara.
Mereka yang ada di sana adalah para tahanan politik, baik individu ataupun kelompok yang melakukan pertentangan terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh para penguasa.
Robben Island (Foto: sahistory.org.za)
Beberapa orang yang pernah merasakan kengerian Robben Island, di antaranya pemimpin pribumi Afrika, pemimpin Islam dari Hindia Timur, tentara yang menentang kolonial Belanda dan Inggris, para aktivis anti-apertheid, termasuk Nelson Mandela, dan Robert Manaliso Sobukwe.
ADVERTISEMENT
Perusahaan Belanda Hindia Timur (VOC) merupakan perusahaan pertama yang memanfaatkan potensi dari pulau itu. Pada 1657, Jan Van Riebeeck mendirikan koloni di pulau tersebut. Koloni itu menjalankan kebijakan perbudakan secara besar-besaran.
Pulau Robben segera difungsikan oleh Van Riebeeck sebagai penjara. Awalnya para budak dan tahanan perang dikirim ke tempat itu untuk memecah batu dan membakar kapur, yang nantinya akan digunakan untuk pembangunan hunian di Cape Town.
Selanjutnya, penjara ini dihuni oleh tahanan VOC, orang-orang pribumi Khoisan, dan pemimpin politik dan agama dari Hindia Timur. Saat Afrika Selatan dikuasai oleh Inggris dan Belanda, pulau itu juga digunakan sebagai penjara.
Saat berada di bawah kekuasaan Inggris, dibentuk wilayah administratif di Robben Island, yang dilengkapi dengan fasilitas perkantoran, ruang pertemuan, toko-toko, dan fasilitas umum lainnya. Di sana juga didirikan Mercusuar kecil yang letaknya berada di Bukit Minto, setinggi 18 meter.
ADVERTISEMENT
Robben Island ditutup tahun 1846, dan kemudian sebuah rumah sakit didirikan bagi penderita penyakit kronis, kusta, dan sakit jiwa. Namun tahun 1931 rumah sakit itu ditutup.
Sejak tahun 1936, pulau itu digunakan untuk kepentingan militer Afrika. Namun pada 1959, difungsikan kembali sebagai penjara bagi tahanan politik rezim apertheid. Selama periode tersebut, penjara Robben Island menjadi penjara paling terisolasi dan paling dtakuti di Afrika Selatan. Akhirnya penjara itu ditutup pada 1996, dan sekarang digunakan sebagai museum.
Para tahanan di Robben Island menjadi simbol kebebasan dan demokrasi, tidak hanya untuk Afrika Selatan, tetapi juga untuk dunia. Nelson Mandela pernah berkata, “Robben Island merupakan bagian vital dalam sejarah Afrika Selatan. Merefleksikan fakta bahwa orang Afrika Selatan secara keseluruhan, besama komunitas internasional, berhasil mengubah simbol penindasan yang paling buruk di dunia menjadi ikon hak-hak asasi, harapan, perdamaian, dan rekonsiliasi.”
ADVERTISEMENT
Robben Island pada akhirnya telah melambangkan kelahiran demokrasi di Afrika Selatan. Terutama karena berhasil melawan keputusasaan dan penderitaan, dan merubahnya menjadi kemenangan.
Sumber : Perwito Mulyono, dkk. 2009. World Heritage Nature & Culture Volume 1. Surakarta : Batara Publishing.