Konten dari Pengguna

Rumah Sakit Pertama di Priangan

Potongan Nostalgia
#PotonganNostalgia || Mari bernostalgia! Menjelajah apa yang sudah mulai terlupakan, atau bahkan belum sempat diingat
13 Januari 2018 13:55 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:12 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Rumah Sakit Pertama di Priangan
zoom-in-whitePerbesar
Rumah Sakit pertama di Kota Bandung dibangun di Grote Postweg atau jalan Asia Afrika, di sebagian lahan Kantor Pos Besar Bandung sekitar tahun 1800-an.
ADVERTISEMENT
Awal tahun 1900-an, Rumah Sakit tersebut di pindahkan ke jalan yang kemudian diberi nama Oude Hospitahoeg atau jalan Lembong, dan kemudian dipindahkan kembali ke bangunan baru yang berada di Pasteurweg atau jalan Pasteur.
Bangunan Rumah Sakit baru yang berada di Jalan Pasteur dibangun pada tahun 1917-1919, berdasarkan rancangan arsitek F.J.I. Ghijsels. Pembangunan Rumah Sakit tersebut diprakarsai oleh Vereeniging Bandoengsche Ziekenhuis yang terbentuk pada tahun 1914. Rumah Sakit pertama di Bandung tersebut merupakan Rumah Sakit rujukan di Jawa Barat selain itu juga merupakan rumah sakit pendidikan dan pada tahun 1923 Rumah Sakit tersebut diresmikan.
Awalnya Rumah Sakit pertama di Bandung tersebut bernama Algemeene Bandoengsche Ziekenhuis (Rumah Sakit Umum Bandoeng). Tahun 1927 namanya dirubah menjadi Gemeentelijk Juliana Zikenhuis, tetapi masyarakat lebih mengenalnya dengan nama Rumah Sakit Rantjabadak pada tahun 1948. Setelah penjajahan Jepang Rumah Sakit Rancabadak tersebut diambil alih oleh pemerintah Indonesia. Sekarang Rumah Sakit tersebut bernama Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin.
ADVERTISEMENT
Nama dr. Hasan Sadikin sendiri resmi digunakan sejak tanggal 8 Oktober 1967. Pemberian nama tersebut dimakasudkan untuk mengenang jasa mantan Direktur Rumah Sakit Hasan Sadikin yang pertama, yang juga pada waktu itu menjabat sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran.
Sejak resmi berdiri Het Algemeene Bandoengsche Ziekenhuis telah mengalami perkembangan, mulai dari melakukan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, ataupun juga mengembangkan berbagai sarana dan prasarana yang ditujukan untuk mendorong perkembangan dan kemajuan rumah sakit dalam melayani masyarakat.
Perkembangan dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yang pertama perkembangan pada masa pemerintahan Hindia Belanda dan juga pada masa kependudukan Jepang. Ketika Rumah Sakit masih dikuasai oleh pihak Hindia Belanda, sistem organisasi yang dijalankan rumah sakit adalah sistem Desentralisasi, yaitu sebuah sistem yang menerapkan pengelolaan yang tidak terpusat pada satu bagian, melainkan menyebar.
ADVERTISEMENT
Di rumah sakit sendiri penerapan sistem tersebut dijalankan tiap-tiap bagiannya oleh rumah tangganya masing-masing yang memiliki otoritas tersendiri, mulai dari kebutuhan, keorganisasian, dan juga dalam mengatur keuangan. Akan tetapi selama menjalankan sistem tersebut, pekembangan dan kemajuan rumah sakit mengalami hambatan.
Seperti dalam bidang sarana dan prasarana tidak mengalami kemajuan yang signifikan dikarenakan sistem yang diterapkan kepada rumah sakit oleh Pemerintah tidak sesuai. Sumber daya manusia rumah sakit sampai tahun 1927, terdiri dari enam orang berkebangsaan Belanda dan dua orang berkebangsaan Indonesia, yaitu Djundjunan Setiakusumah dan Tjokrohadidjojo.
RS Hasan Sadikin (RSHS) Bandung (Foto: dok RSHS Bandung)
zoom-in-whitePerbesar
RS Hasan Sadikin (RSHS) Bandung (Foto: dok RSHS Bandung)
Pada 30 April 1927, rumah sakit mengalami perubahan nama dari Het Algemeene Bandoengsche Ziekenhuis menjadi Het Gemeente Ziekenhuis Juliana karena untuk menghormati kelahiran Ratu Juliana. Akan tetapi tetap tidak ada perubahan yang berarti pada rumah sakit, hanya mengalami peningkatan jumlah pasien setiap tahunnya.
ADVERTISEMENT
Pada masa menghadapi perang Pasifik di akhir tahun 1941, Het Gemeente Ziekenhuis Juliana dijadikan sebagai rumah sakit militer, sehingga pelayanan untuk rumah sakit umum di pindahkan ke Rumah Sakit Cicendo, sedangkan untuk administrasi dipindahkan ke Rumah Sakit St. Boromeus. Kegiatan dirumah sakit tersebut terus berlangsung hingga Belanda mengalami kekalahan dan menyerah tanpa syarat pada tahun 1942.
Pada saat Jepang menduduki pulau Jawa pada 1942-1945, Pemerintah Militer Jepang tidak melakukan perubahan sistem dan struktur yang sudah ada, akan tetapi hanya meneruskan pelayanan kesehatan yang sebelumnya sudah dijalankan oleh pihak Belanda, seperti sarana dan prasarana yang digunakan rumah sakit pada masa Hindia Belanda masih digunakan pada masa pendudukan Jepang, begitupun dengan tenaga medik masih memanfaatkan tenaga asing maupun pribumi.
ADVERTISEMENT
Selama melakukan pengelolaan rumah sakit, pemerintah Jepang tidak mengeluarkan kebijakan apapun untuk memperbaiki fasilitas sarana dan prasarana rumah sakit. Setelah Jepang mengalami kekalahan dan menyerah kepada pihak sekutu, rumah sakit kembali dikuasai oleh Pemerintah Hindia Belanda dan kemudian diubah kembali namanya menjadi Het Gemeene Ziekenhuis Juliana, akan tetapi fungsi nya tetap menjadi Rumah Sakit Militer untuk pihak Hindia Belanda dalam mempersiapkan Perang Kemerdekaan yang sedang berlangsung setelah rakyat Indonesia menuntut kemerdekaan atas negaranya.
Sumber : Ensiklpedi Sunda.2000. Ensiklopedi Sunda : Alam, Manusia, dan Budaya, Termasuk Budaya Cirebon dan Banten. Jakarta: PT. Pustaka Jaya.
Ramadhani, Julizar. 2006. Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung : Perkembangan dalam bidang Manajemen (1967-2000). Skripsi. Bandung : Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya UNPAD.
ADVERTISEMENT
Foto : benwirawan.com