Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.1
Konten dari Pengguna
S.K. Trimurti: Wartawan Perempuan Tiga Zaman
8 Februari 2017 23:16 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sumber Foto : wikipedia
ADVERTISEMENT
Terlahir dari keluarga Wedana, pada 11 Mei 1912 di Boyolali, Surakarta, kehidupannya lebih banyak dihiasi cerita tentang kesaktian raja-raja Jawa masa lalu.
Sedangkan ia yang tidak tertarik dengan kisah itu dan lebih suka berdiskusi tentang penderitaan rakyat korban dari penjajahan Belanda, memilih untuk meninggalkan rumah dan mulai bergabung dengan Partindo. Orang ini merupakan Suprarti Karma, yang kemudian lebih dikenal dengan nama S.K Trimurti yang tak lain merupakan istri dari pengetik naskah teks proklamasi Indonesia yaitu Sayuti Melik. S.K Trimurti pertama kali mengasah bakat menulisnya pada surat kabar Fikiran Ra’jat yang dipimpin oleh Soekarno. Ketika Soekarno di tangkap dan surat kabar itu tidak terbit lagi, Trimurti memutuskan untuk pindah ke Solo dan mendirikan majalah bahasa Jawa, Bedug,yang misinya menggugah kesadaran rakyat bahwa mereka adalah bangsa terjajah. Mengingat pembaca bukan hanyalah orang Jawa, maka ia kemudian menerbitkan majalah berbahasa Indonesia, Terompet.
ADVERTISEMENT
Wartawan bukanlah profesi yang mudah untuk dijalani pada saat itu, ruang gerak mereka selalu dibatasi dan diawasi, serta tidak bebas menuangkan segala pemikiran ke dalam sebuah tulisan. Demikian juga dengan S.K Trimurti, banyak kecaman yang harus ia hadapi terlebih pada 1936. Ia dihukum 9 bulan di penjara Bulu, Semarang, karena memuat pamflet anti-penjajahan. Tidak hanya itu, sebelum Jepang mendarat di Jawa, ia menjadi pemimpin redaksi pada surat kabar Harian Sinar Selatan, dan harus menjalani hukuman penjara selama 2 bulan karena tidak menyebutkan nama penulis artikel “Pertikaian tentara Jepang dan Tiongkok” yang tak lain adalah Sayuti Melik dimana pada saat itu belum menjadi suaminya.
Setelah resmi menikah dengan Sayuti Melik, dinginnya suasana sel tahanan kembali harus dirasakan Trimurti. Saat anak pertamanya berusia 5 bulan, surat keputusan pengadilan menyeret Trimurti agar dieksekusi. Mau tak mau, bayinya yang masih menyusui harus ikut masuk penjara. Kemudian, pada saat mengandung anaknya yang kedua, tahun 1941,Trimurti, bersama suaminya Sayuti Melik ditangkap dan disiksa Jepang. Meskipun harus keluar masuk penjara tampaknya tidak bisa menyurutkan semangat Trimurti. Meskipun banyak tekanan yang harus dihadapinya, perjuangan tetap terus berlanjut.
ADVERTISEMENT
Pada 1947 Trimurti menjabat Menteri Perburuhan. Saat ditunjuk kembali menjadi Menteri Sosial di tahun 1959, Trimurti malah menolak, dan lebih memilih menyelesaikan kuliahnya di Fakultas Ekonomi UI di usia hampir setengah abad. Menurutnya, dengan menguasai ilmu ini ia dapat membela kepentingan kaum buruh. Disamping itu, kariernya dibidang jurnalistik tetap berlanjut pada awal orde baru dengan mendirikan majalah kebatinan Mawas Diri dan pada era reformasi ia tetap aktif hadir dalam berbagai kegiatan meskipun usianya sudah lanjut. (Yessy R)