Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Sejarah 15 Abad Perjalanan Panjang Hagia Sophia
27 Desember 2020 18:57 WIB
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kontroversi dari putusan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan mengubah Hagia Sophia menjadi masjid pada bulan Juli 2020 lalu masih terus bermunculan.
ADVERTISEMENT
Alih fungsi bangunan bersejarah Hagia Sophia dari museum menjadi masjid memantik perbincangan hangat di dunia internasional. Bagi sebagian negara yang mayoritas muslim mendukung keputusan otoritas Turki untuk mengubah fungsi Hagia Sophia menjadi masjid.
Sejumlah organisasi muslim, seperti Uni Magrib Arab (The Magrib Arab Union), organisasi Ikhwanul Muslimin, mendukung langkah putusan Presiden Turki tersebut. Di sisi lain, sebagaimana dilansir dari Reuters, kritik datang dari para pemimpin dunia lainnya atas keputusan otoritas Turki tersebut. Bahkan, Paus Fransiskus mengaku sangat sedih atas perubahan status Hagia Sophia.
Polemik dan perdebatan yang muncul tak terlepas dari sejarah panjang Hagia Sophia yang telah melewati masa lebih dari 1,5 milenium. Selama 15 abad lamanya, Hagia Sophia telah menjadi saksi bisu sejarah berlangsungnya transisi dari berbagai rezim yang menguasai Konstantinopel (kini Istanbul), mulai dari pagan, Kekaisaran Byzantium penganut Katolik Ortodoks, Kesultanan Ottoman (Utsmaniyah) hingga era Turki modern.
ADVERTISEMENT
Secara garis besar, sejarah panjang dari bangungan bersejarah Hagia Sophia dapat dipilah menjadi empat fase. Pada keempat fase tersebut, fungsi Hagia Sophia bergantung pada siapa rezim yang berkuasa di Turki, khususnya Istanbul.
Hagia Sophia pada Era Kekaisaran Bizantium
Dalam bahasa Turki, Hagia Sophia disebut Ayasofya, atau dalam bahasa Latin: Sancta Sophia. Hagia Sophia juga pernah dikenal sebagai Church of the Holy Wisdom (Gereja Kebijaksanaan Suci) dan Church of the Divine Wisdom (Gereja Kebijaksanaan Ilahi).
Seperti dilansir Britannica, bangunan Hagia Sophia pertama kali didirikan atas perintah Kaisar Konstantinus I. Putranya, Konstantius II di atas pondasi atau tempat kuil pagan pada tahun 325 Masehi, lalu pada 360 masehi, Hagia Sophia digunakan sebagai gereja Ortodoks.
ADVERTISEMENT
Kemudian Hagia Sophia menjadi gereja di mana tempat para pemimpin dilantik atau dimahkotai dan menjadi katedral paling besar yang beroperasi sepanjang periode Kekaisaran Bizantium.
Seperti dilansir dari laman History, Hagia Sophia semula bangunan dengan atap kayu dan tidak semegah seperti sekarang. Pada tahun 404 masehi, sebagian besar bangunan Hagia Sophia sempat terbakar akibat dari kerusuhan karena konflik politik di kalangan keluarga Kaisar Arkadios yang kemudian menjadi penguasa Bizantium pada circa 395-408 masehi.
Lalu, sebagaimana dilansir laman Britannica, pembangunan gereja Hagia Sophia berlanjut di masa kekuasaan Justinan I (532 M). Perbaikan banyak dilakukan karena Hagia Sophia sempat rusak akibat rusuh yang terjadi saat revolusi Nikka. Setelah kerusuhan yang melanda Konstantinopel itu, Justinian I memerintahkan arsitek terkenal pada masanya, Isidoros (Milet) dan Anthemios (Tralles), untuk merekonstruksi ulang Hagia Sophia.
ADVERTISEMENT
Pada masa inilah yang diakui sebagai fondasi awal dari bangunan Hagia Sophia yang sekarang bisa kita lihat. Kubah yang menaungi Hagia Sophia juga diklaim sebagai kubah bangunan terbesar kedua selepas Gereja Pantheon di Roma.
Hagia Sophia pada Era Kesultanan Ottoman
Pada tahun 1453, dimana ketika era Kekaisaran Bizantium berakhir karena ditaklukkan oleh Sultan Mehmet/Mehmed II dari Kekaisaran Ottoman. Setelah Sultan Mehmed II menaklukkan Konstantinopel (kini Istanbul), status Hagia Sophia dialih fungsi menjadi masjid. Namun, nama Hagia Sophia masih dipertahankan oleh Sultan Mehmed II.
Sebagaimana arti kata sophia dalam bahasa Yunani adalah 'kebijaksanaan', maka arti lengkap dari Hagia Sophia adalah 'tempat suci bagi Tuhan'. Saat berubah menjadi masjid di era Kesultanan Ottoman yang dipimpin oleh Mehmed II, banyak mosaik dan lukisan bercorak Kristen, yang menghiasai bangunan Hagia Sophia, ditutupi dan diplester. Seniman kaligrafi terkenal pada masa itu, Kazasker Mustafa İzzet, kemudian mengguratkan tulisan Allah SWT, Nabi Muhammad SAW, empat khalifah pertama, dan dua cucu Rasulullah SAW, di beberapa bagian interior Hagia Sophia.
ADVERTISEMENT
Pada masa inilah, struktur bangunan Hagia Sophia diberi sentuhan arsitektur berbau Islami. Misalnya, pada mihrab yang kemudian dibangun, hingga pendirian empat menara baru yang digunakan untuk mengumandangkan Adzan. Penambahan bangunan lain seperti madrasah, perpustakaan hingga dapur umum juga melengkapi Hagia Sophia pada masa Kesultanan Ottoman. Pada era Ottoman, bangunan Hagia Sophia sempat difungsikan menjadi masjid selama 482 tahun lamanya.
Hagia Sophia pada Era Pemerintahan Kemal Ataturk
Selepas Kekaisaran Ottoman lengser dan Turki menjadi negara republik, Hagia Sophia kembali beralih fungsi. Presiden Republik Turki pertama saat itu, Mustafa Kemal Ataturk mengubah fungsi Hagia Sophia menjadi museum. Setelah Hagia Sophia menjadi museum, dilakukan restorasi mosaik-mosaik kuno di bangunan ini dan plester penutupnya dibuka. Lantas, selepas plester ornamennya dibuka, tampaklah lukisan Bunda Maria dan bayi Yesus, yang ternyata berjejer dengan kaligrafi Allah dan Muhammad SAW.
ADVERTISEMENT
Pada masa inilah Hagia Sophia kemudian diakui sebagai salah satu dari situs Warisan Dunia UNESCO yang disebut Area Bersejarah Istanbul pada tahun 1985.
Hagia Sophia pada Era Pemerintahan Erdogan
Perjalanan Hagia Sophia saat ini kembali memutar. Pada tanggal 10 Juli 2020 lalu, atas putusan pengadilan administrasi utama Turki, status Hagia Sophia sebagai museum dicabut. Pada masa pemerintahan Presiden Recep Tayyip Erdogan ini, Hagia Sophia diubah kembali status fungsinya menjadi masjid, tempat ibadah agama Muslim.
Perubahan fungsi Hagia Sophia menuai kontroversi dan polemik. Perdana Menteri Yunani, Kyriakos Mitsotakis menuding keputusan Erdogan itu sebagai penghinaan terhadap karakter ekumenis dari Hagia Sophia.
Sementara itu, UNESCO memberi peringatan bahwa perubahan status Hagia Sophia harus ditinjau ulang oleh komite PBB tersebut. Karena Hagia Sophia sejak 1985 dianggap bagian dari Situs Warisan Dunia, pengubahan status bangunan bersejarah ini harus diberitahukan terlebih dahulu dan melalui proses peninjauan dari UNESCO. "Penting untuk menghindari keputusan apa pun sebelum berunding dengan UNESCO, yang akan memengaruhi akses fisik ke situs, struktur bangunan, properti yang dapat dipindahkan, atau manajemen situs bersejarah," kata Ernesto Ottone, Asisten Direktur UNESCO. Menurut UNESCO, tindakan-tindakan semacam itu bisa dianggap pelanggaran aturan yang sudah tertera di Konvensi Warisan Dunia pada tahun 1972.
ADVERTISEMENT
**
Referensi: