Sejarah di Balik Nama Besar Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang

Potongan Nostalgia
#PotonganNostalgia || Mari bernostalgia! Menjelajah apa yang sudah mulai terlupakan, atau bahkan belum sempat diingat
Konten dari Pengguna
17 April 2020 18:21 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Peta area Diwek, Jombang, Jawa Timur. Dok: Wikimedia
zoom-in-whitePerbesar
Peta area Diwek, Jombang, Jawa Timur. Dok: Wikimedia
ADVERTISEMENT
Tebuireng merupakan nama dari sebuah dusun kecil yang terletak di Cukir, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Letaknya berada di tepi jalan raya Jombang-Kediri, sekitar 8 km di selatan pusat kota Jombang. Di balik nama Tebuireng, terdapat sejarah yang panjang dan berbagai cerita yang berkembang di masyarakat.
ADVERTISEMENT
Nama Tebuireng sendiri menurut cerita masyarakat setempat berasal dari “Kebo Ireng” (Kerbau hitam). Konon pada zaman dahulu ada seorang warga yang mempunyai kerbau ‘bule’ (berkulit kuning/putih). Pada suatu hari kerbau tersebut menghilang dan ditemukan telah terperosok di rawa-rawa dalam keadaan memprihatinkan dengan lintah yang memenuhi tubuhnya. Kulit kerbau yang tadinya berwarna kuning tersebut berubah menjadi hitam. Seketika itu juga sang pemilik berteriak “Kebo ireng! Kebo ireng!”. Sejak saat itu dusun tempat ditemukannya kerbau tersebut dikenal dengan nama Kebo ireng.
Versi lain menuturkan bahwa nama Tebuireng diambil dari seorang punggawa kerajaan Majapahit yang masuk Islam dan kemudian tinggal di sekitar dusun tersebut. Seiring berkembangnya zaman, kondisi di sekitar perkampungan semakin ramai. Salah satu buktinya adalah berdirinya pabrik gula di dusun tersebut yang mendorong masyarakat untuk menanam tebu yang berwarna hitam untuk bahan baku pembuatan gula. Hal itulah yang konon juga menjadi latar belakang penamaan dusun Tebuireng.
Pesantren Tebuireng. Dok: Wikimedia/Annisa Alwita
Jauh sebelum ponpes Tebuireng berdiri, dusun tersebut dikenal sebagai sarang “penyamun”. Perjudian, perampokan, pencurian, pelacuran, dan semua perilaku negatif lainnya sangatlah lekat dengan dusun tersebut. Sekitar tahun 1899 M. Kondisi dusun tebuireng yang begitu identik dengan perilaku serta kegiatan negatif, secara perlahan mulai hilang. Kedatangan Hadratusyaikh Hasyim Asy’ari bersama beberapa santri yang beliau bawa dari pesantren kakeknya di Gedang mampu mengubah pola kehidupan masyarakat dusun tersebut secara bertahap. Metode dakwah yang arif dan bijaksana mampu masuk dan diterima oleh masyarakat dusun sehingga dapat mengubah perilaku serta kegiatan negatif yang telah membudaya di dusun tersebut dalam waktu yang relatif singkat. Santri Hadratusyaikh Hasyim Asy’ari pun juga terus bertambah menjadi 28 orang hanya dalam beberapa bulan.
KH. Hasyim Asy’ari. Dok: Wikimedia/National Information and Communication AgencyRepublic of Indonesia
Kegiatan dakwah KH. Hasyim Asy’ari dimulai dengan membeli sebuah warung bekas pelacuran yang ukurannya 6x8 m dari seorang dalang terkenal. Bangunan yang memiliki struktur anyaman tersebut memiliki 2 buah ruangan di mana ruang depan dijadikan beliau sebagai ruang belajar mengajar serta pengajian sementara bagian belakang sebagai tempat tinggal KH. Hasyim Asy’ari bersama istrinya Ibu Nyai Khodijah. Perjalanan dakwah KH. Hasyim Asy’ari di dusun tersebut sangat berat. Begitu banyak tantangan dan penolakan datang silih berganti dari orang-orang yang tidak setuju dengan adanya ponpes di wilayah mereka. Para santri pun tak lepas dari sasaran teror para penjahat. Hampir setiap malam mereka selalu mendapat tekanan fisik berupa senjata tajam dari penjahat.
Dok: Youtube/Afif Nofian
KH. Hasyim Asy’ari akhirnya memutuskan untuk mengirimkan santri utusannya ke Cirebon guna mencari bantuan dari kyai-kyai dan tokoh agama terdahulu untuk belajar ilmu beladiri. Beliau berguru selama kurang lebih 8 bulan kepada 5 kyai dari Cirebon tersebut, yaitu Kyai Saleh Benda, Kyai Abdullah Pangurangan, Kyai Syamsuri Wanatara, Kyai Abdul Jamil Buntet, dan Kyai Saleh Benda Kerep. Kegigihan dan usaha tirakat dari KH. Hasyim Asy’ari berhasil menumpas berbagai perilaku dan kegiatan negatif di wilayah ponpes. Seiring berjalannya waktu, kini Pondok Pesantren Tebuireng semakin dikenal oleh masyarakat luas baik di lingkup pulau Jawa bahkan di seluruh Indonesia. Pondok Pesantren Tebuireng juga salah satu penghasil tokoh-tokoh nasional serta ulama-ulama hebat yang memiliki jasa besar bagi kemajuan bangsa Indonesia.
Gerbang Pondok Pesantren Tebuireng. Dok: Beranda Islami
Sumber:
ADVERTISEMENT
Fatimah, Siti (2014) Perumusan profil konsela ideal pondok pesantren Tebuireng Jombang. Undergraduate thesis, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.