Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Senin Kelam 30 Tahun yang Lalu: Tragedi Bintaro 1987
19 Oktober 2017 13:07 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:19 WIB
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Hari itu merupakan hari senin, tepat pagi hari ketika orang berlalu lalang untuk melakukan aktifitasnya, mungkin pergi untuk bekerja atau ke tempat-tempat lain dengan menggunakan kereta, namun bukan sampai di tempat tujuan, malah malapetaka itu terjadi
ADVERTISEMENT
Tepatnya pada 19 Oktober 1987 . Saat angkutan massal dipadati penumpang tabrakan fatal itu pun tak bisa dihindarkan, dua rangkaian Kereta Api (KA) di Bintaro, Jakarta Selatan bertabrakan.
Kereta api yang berangkat dari Rangkasbitung, bertabrakan dengan kereta api yang berangkat dari Stasiun Tanah Abang. Setelah di telusuri kecelakaan ini terjadi karena Kepala Stasiun Serpong yang memberi izin berangkat pada KA 225 jurusan Rangkasbitung-Jakarta Kota, tanpa lebih dulu memeriksa secara detail apakah jalur KA di Stasiun Sudimara masih kosong atau tidak.
Celakanya, pagi itu dua jalur rel di Stasiun Sudimara sudah terisi KA Indocement arah Jakarta di jalur 2 dan sebuah rangkaian gerbong tanpa lokomotif di jalur 3. Adapun kemudian jalur 1 akhirnya tetap ditempati KA 225 yang tiba pada pukul 06.45.
ADVERTISEMENT
Sedangkan di arah yang lain, tepatnya di Stasiun Kebayoran, terdapat KA 220 jurusan Tanah Abang-Merak. Jalurnya bersilangan dengan KA 225 dan sayangnya karena PPKA Stasiun Kebayoran enggan mengalah, KA 220 tetap diberangkatkan.
Kembali ke Stasiun Sudimara, KA 225 juga berangkat karena kesalahan masinis yang tidak melihat semboyan dari Stasiun KA akibat terhalang KA dari jalur 2 dan 3. Juru langsir sempat mengejar, sementara pegawai KA lainnya coba mengejar dengan sepeda motor sekaligus memberikan sinyal stop.
Sialnya, gerakan-gerakan sinyal PPKA Sudimara, Djamhari tak berhasil menghentikan KA 225. Semboyan genta (lonceng) darurat pun coba dibunyikan Djamhari ke penjaga perlintasan Pondok Betung. Akan tetapi penjaga pos perlintasan Pondok Betung tak hafal dengan semboyan genta. Tabrakan itu pun tak bisa lagi terelakan.
ADVERTISEMENT
Kedua rangkaian KA itu terguling dan ringsek. Masinis KA 225 yang selamat, kemudian divonis lima tahun penjara dan kondektur KA Adung Syafei juga diganjar hukuman 2 tahun 6 bulan, serta PPKA Stasiun Kebayoran Umrihadi, dipenjara 10 bulan.
Bencana ini kala itu disebutkan sebagai musibah terburuk dalam transportasi di Indonesia. yang memakan korban jiwa 156 tewas dan lebih dari 300 luka-luka.
foto : www.dipomojosari.com