Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Siddhartha, Novel Pembimbing Spiritual Anak Muda Amerika 1950-an
6 Oktober 2018 15:16 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:18 WIB
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Siddhartha, karya Hermann Hesse, memberikan gambaran yang sangat jelas mengenai sebuah pencarian spiritual untuk kesadaran diri seseorang. Novel itu membangkitkan minat para pembacanya terhadap agama-agama Timur sejak pertama kali diterbitkan di Eropa tahun 1922.
ADVERTISEMENT
Sepanjang tahun 1950-an, novel Siddhartha menimbulkan euforia di kalangan anak muda di Amerika, sehingga mereka yang mengalami kekecewaan terhadap hidupnya, mulai membuat sebuah perkumpulan-perkumpulan keagamaan yang sesuai dengan pribadi mereka.
Berlatar kejadian di India, semasa hidup Buddha, novel Siddhartha mengandung cukup banyak kesamaan dengan kehidupan Buddha, meskipun isinya banyak menampilkan kejadian-kejadian fiksi. Diceritakan tokoh Siddhartha adalah putra seorang Brahman, atau pendeta Hindu, yang menolak untuk menerima hak istimewa dari status keluarganya.
Dalam upaya mencari pengetahuan dan keselamatan, Siddhartha meninggalkan semua kenikmatan dunia. Ia sangat mendambakan dapat mengosongkan diri dari hasrat, impian, dan kesenangan, agar dapat memahami inti dari kedamaian jiwa maupun pikiran.

Foto: commons.wikimedia.org
Gagal mencapai keinginannya, ia pun akhirnya pergi mencari Buddha Gautama, seorang suci yang selalu mengembara. Setelah bertemu, Siddhartha menolak menerima doktrin keselamatan Buddha. Ia bersikeras menemukan keselamatan melalui caranya sendiri. Tetapi ia gagal, yang ditemukannya hanya kehampaan, hingga akhirnya ia terpikir untuk mengakhiri hidupnya.
ADVERTISEMENT
Dalam keputusasaan, Siddhartha bertemu dengan seorang tukang tarik perahu, yang menceritakan hikmat sebuah sungai kepada Siddhartha. Seketika, kepedihan hati Siddhartha sirna saat ia menemukan tempatnya di alam semesta. Sambil memperhatikan aliran air, ia mendengar suara-suara di alam semesta yang menyatu. Siddhartha pun akhirnya menemukan dirinya dalam kesempurnaan.
Hermann Hesse menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk melakukan pencarian spiritual. Dalam sebuah perjalanan ke India pada 1911, Hermann Hesse terpikat oleh konsep-konsep agama Timur.
Ditimpa berbagai permasalahan dalam dirinya, Hesse mencoba untuk mempelajari psikoanalisis selama bertahun-tahun. Hal itu terlihat dari karya-karya Hesse yang banyak mencerminkan minatnya terhadap psikologi.
Pada 1946, Hermann Hesse dianugerahi Hadiah Nobel untuk bidang kesusastraan. Setelah Hermann Hesse meninggal tahun 1962, banyak orang yang kembali menunjukkan minat pada tulisan-tulisannya. Namun memasuki tahun 1980-an, minat pembaca mulai menurun karena muncul kritik terhadap karya Hesse yang menyoroti agama-agama Timur dari sudut pandang kebarat-baratan.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, Hermann Hesse memberikan sumbangan yang besar terhadap kalangan pembaca yang mencari bimbingan spiritual.
Sumber: Raftery, Miriam. 2008. 100 Buku yang Berpengaruh di Dalam Sejarah Dunia. Tangerang: Karisma