Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.87.1
Konten dari Pengguna
Sindrom K, Penyakit Buatan yang Selamatkan Kaum Yahudi dari Peristiwa Holocaust
4 Maret 2021 14:22 WIB
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sebuah bangsal yang dipenuhi pasien yang dirawat karena diduga terjangkit Sindrom K atau Koch Syndrome (tuberkulosis) Rumah Sakit Fatebenefratelli, Roma. Penyakit asing ini bak penyelamat bagi orang Yahudi dan anti-fasis yang kala itu dicari oleh tentara Nazi di setiap rumah sakit.
ADVERTISEMENT
Khawatir terkena infeksi, para tentara Nazi tidak berani untuk memasuki bangsal tersebut, dan para staff rumah sakit pun berhasil untuk mengalihkan perhatian mereka ke tempat lain. Pasien yang dirawat di bangsal tersebut telah dirawat dan diklasifikasikan sebagai penderita Sindrom K pada akhir tahun 1943. Pada 16 Oktober tahun tersebut, tentara Nazi menyisir ghetto (sebutan untuk tempat tinggal orang Yahudi) dan area lain di Roma, dan berhasil mendeportasi sekitar 1.200 orang Yahudi yang berada di ibu kota Italia tersebut.
Dari operasi pencarian yang dilakukan oleh tentara Nazi, diketahui hanya sekitar 15 orang Yahudi yang selamat dari kamp. Selanjutnya, para dokter dan biarawan rumah sakit setempat menyambut jumlah pasien terus meningkat. Namun, pasien-pasien ini merupakan orang-orang Yahudi yang mengungsi. Faktanya, Sindrom K merupakan penyakit yang ditemukan bahkan cenderung sengaja dibuat.
Penyakit tersebut diduga dibuat oleh Giovanni Borromeo, kepala dokter Rumah Sakit Fatebenefratelli dan dibantu oleh dokter lainnya, dengan tujuan untuk menyelamatkan orang-orang Yahudi dan anti-fasis yang mencari perlindungan dari tentara Nazi. Melihat latar belakangnya, Giovanni Borromeo yang lahir pada tahun 1898 merupakan seorang anti-fasis yang diakui.
ADVERTISEMENT
Sebelum menjadi seorang kepala dokter di Fatebenefratelli, Giovanni sempat ditawari mengisi posisi sebagai dokter kepala di dua rumah sakit lain, namun ia menolak dua tempat tersebut karena mengharuskan dia menjadi anggota Partai Fasis dan mengemban misi untuk menyelamatkan orang-orang Yahudi dan anti-fasis dari para tentara Nazi. Giovanni menerima pekerjaan di Fatebenefratelli karena dijalankan oleh para biarawan Katolik. Menurut kesepakatan antara Gereja Katolik dan rezim fasis, rumah sakit itu berstatus sebagai rumah sakit swasta, terlepas dari peraturan negara dan tidak mewajibkan karyawannya menjadi anggota partai politik.
Di rumah sakit tersebut, Giovanni mempekerjakan banyak dokter yang telah mengalami diskriminasi oleh rezim karena berbagai alasan. Di antara mereka adalah dokter Yahudi bernama Vittorio Emanuele Sacerdoti, yang berhasil menyelamatkan beberapa orang Yahudi yang selamat dari peristiwa 16 Oktober di rumah sakit. Pada bulan-bulan berikutnya, rumah sakit tersebut menjadi pusat perlawanan politik.
Namun, perlawanan anti-fasis di Fatebenefratelli tidak terbatas pada Sindrom K saja. Mereka bekerja sama dengan para biarawan, Giovanni dan sekutunya untuk memasang stasiun radio di dalam rumah sakit itu sebagai alat untuk berkomunikasi dengan para partisan lain guna mengatur strategi dan bertukar informasi. Ketika Giovanni dan para biarawan menyadari bahwa Nazi telah mengidentifikasi posisi radio, mereka membuang semua yang ada di Pulau Tiber.
ADVERTISEMENT
Posisi Rumah Sakit Fatebenefratelli di Pulau Tiber dan kedekatannya dengan ghetto menimbulkan kecurigaan para petinggi Nazi. Orang Yahudi yang dirawat di rumah sakit tersebut terdaftar dalam dokumen resmi sebagai penderita Sindrom K. Namun, nama tersebut juga disebut sebagai lelucon yang berisiko: Giovani menamai penyakit fiktif 'K' dengan nama Albert Kesselring atau Herbert Kappler.
Kesselring yang merupakan Panglima Tertinggi Nazi di Selatan saat itu, memerintahkan Kappler, yang mengisi jabatan sebagai kepala polisi Nazi di Roma, untuk melakukan pembantaian di Gua Ardeatine, di mana 335 orang (tentara dan warga sipil) dibunuh.
'K Syndrome' segera menjadi kode yang merujuk pada orang-orang yang disembunyikan di rumah sakit. Adriano Ossicini (yang kemudian menjadi Menteri Kesehatan Italia pada tahun 1990-an), menulis pesan kepada Giovanni dan meminta jumlah pasti tempat tidur yang harus disediakan untuk pasien K, yang akan tiba di rumah sakit dalam beberapa hari. Rumah sakit itu menerima pengungsi sampai hari sekutu masuk dan membebaskan Roma.
ADVERTISEMENT
Pietro Borromeo, putra dari Giovanni, mengungkapkan bahwa, pada akhir Oktober tahun tersebut, Nazi melakukan pencarian terhadap orang-orang Yahudi dan anti-fasis di Fatebenefratelli. Pietro membawa mereka berkeliling rumah sakit dan menjelaskan, secara rinci, efek mengerikan dari Sindrom K.
Setelah itu, Pietro mengundang mereka untuk menggeledah bangsal. Para pasukan Nazi yang didampingi oleh seorang dokter, menolak undangan tersebut dan pergi tanpa penyelidikan lebih lanjut.
Pada kenyataannya, Sindrom K memang menjauhkan Nazi dari para 'pasien'. Keberanian yang dilakukan Giovanni membuat ia diakui dan dihormati baik di Italia maupun di dunia internasional.
Para pejabat Nazi di Roma tidak pernah menyadari bahwa Sindrom K sebenarnya hanya bualan untuk mengelabui mereka. Ini merupakan salah satu contoh di mana disinformasi, ketakutan dan ketidaktahuan bekerja sebagai kekuatan yang efektif.
ADVERTISEMENT
***
Referensi: