Konten dari Pengguna

Sistem Erfpacht Masa Kolonial

Potongan Nostalgia
#PotonganNostalgia || Mari bernostalgia! Menjelajah apa yang sudah mulai terlupakan, atau bahkan belum sempat diingat
18 April 2017 17:45 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Untuk tanah yang belum digarap, orang-orang Belanda akan mendapat hak sewa untuk jangka waktu 75 tahun, cara ini kemudian dinamakan erfpacht.
ADVERTISEMENT
Pada 1860 sampai 1880-an pemerintah kolonial mengalami kegagagalan dari sistem cultuurstelsel yang ia terapkan, sehingga mengakibatkan munculnya industri-industri pertanian dan pertambangan menjadi besar dan menjamur. Hal ini juga urut dipengaruhi oleh masuknya paham liberal dari Negeri Belanda, dimana para kaum liberal membangun industri berdasarkan kebebasan ekonomi, bukan komuditi paksaan cultuurstelsel. Pada 1870-an para pengusaha liberal ini baru diberi kesempatan untuk menerapkan sistemnya sendiri, yaitu dengan mendapat hak sewa jangka panjang selama 75 tahun atau erfpacht.
Bagi tanah milik orang pribumi telah diatur beberapa peraturan sewa-menyewa, cukup dengan membayar uang permulaan, mudah kiranya para eropa untuk mendapat tanah garapan yang hendak mereka kelola. Sejak saat itu mulailah berdiri perkebunan gula, kopi, dan teh, yang menghasilkan lebih banyak keuntungan dibanding sistem cultuurstelsel. Meski begitu jangan dibanyangkan jika para pribumi ikut menikmati keuntungannya, uang yang diterima oleh para pemilik tanah pribumi tetaplah kecil. Sedang dalam kontrak dimana penduduk pribumi kemudian dikerjakan di perkebunan juga banyak terdapat paksaan seperti dalam cultuurstelsel, akibatnya para pemilik pabrik gula, serta para pengusaha perekebunan tembakau, menjadi semakin kaya, dan pribumi tetap menjadi miskin dan di perbudak.
ADVERTISEMENT
Erfpacht memang bisa dikatakan sebagi sistem baru yang dibawa para liberal Belanda yang berhasil menambah pundi-pundi uang orang-orang kolonial, tetapi tetap membuat pribumi meradang.
foto : indoprogress.com