Konten dari Pengguna

Telingaan Aruu, Tradisi di Kalimantan yang Mulai Lenyap

Potongan Nostalgia
#PotonganNostalgia || Mari bernostalgia! Menjelajah apa yang sudah mulai terlupakan, atau bahkan belum sempat diingat
9 Desember 2020 19:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Telingaan aruu. Sumber: Wikimedia Commons
zoom-in-whitePerbesar
Telingaan aruu. Sumber: Wikimedia Commons
ADVERTISEMENT
Tradisi telingaan aruu atau memanjangkan daun telinga ini menunjukkan identitas kebangsawanan bagi pria dan wanita. Mereka juga meyakini, semakin panjang telinga seorang wanita, semakin cantik pula wanita tersebut.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi tidak semua suku-suku Dayak melakukan tradisi yang telah diwariskan turun temurun ini. Tradisi ini hanya berlaku bagi mereka yang tinggal di pedalaman Kalimantan, seperti suku Dayak Kenyah, Bahau, Penan, Kelabit, Sa’ban, Kayan, Taman dan Punan.
Tradisi telingaan aruu ini dilakukan sejak bayi yang diawali dengan ritual mucuk penikng atau penindikan daun telinga. Kemudian dipasangi benang sebagai pengganti anting-anting. Setelah luka tindik sembuh, benang tersebut diganti dengan pintalan kayu gabus. Setiap sepekan sekali diganti dengan yang ukurannya lebih besar. Pintalan kayu gabus ini akan mengembang saat terkena air, menyebabkan lubang pada daun telinga juga semakin membesar.
Sumber: Wikimedia Commons
Setelah membesar, lubang pada daun telinga digantungi dengan anting-anting dari bahan tembaga, yang disebut belaong. Belaong ini akan ditambahkan satu persatu secara berkala, sehingga lubang telinga semakin lama akan semakin besar dan panjang. Penambahan anting-anting dilakukan dengan menyesuaikan usia dan status sosial. Ada dua jenis anting-anting yang digunakan, yaitu hisang semhaa atau anting-anting yang dipasang di sekeliling daun telinga, serta hisang kavaat yang dipasang pada daun telinga.
ADVERTISEMENT
Tradisi pemanjangan telinga ini memiliki batasan. Wanita Dayak diperbolehkan memanjangkan daun telinga hingga sebatas dada. Sementara kaum pria, hanya diijinkan memanjangkan telinga hingga sebatas bahu. Daun telinga yang memanjang ini pun dapat kembali memendek apabila tidak lagi mengenakan hisang kavaat hingga belasan atau puluhan tahun.
Sumber: Wikimedia Commons
Seiring perkembangan zaman. tradisi khas Suku Dayak ini perlahan mulai ditinggalkan. Generasi muda Dayak, khususnya mereka yang terlahir di era 1960-an ke atas tidak lagi mengikuti tradisi ini. Bagi mereka, tradisi telingaan aruu sudah tidak sesuai dengan kemajuan zaman. Ritual mucuk penikng atau penindikan masih tetap dilakukan, namun tidak dilanjutkan dengan telingaan aruu.
Sumber artikel: indonesia.go.id